Jogja
Rabu, 23 Juli 2014 - 09:24 WIB

KEISTIMEWAAN DIY : Siapakah Putra Mahkota Kraton Jogja?

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Dok)

Harianjogja.com, JOGJA– Perihal penyiapan putra mahkota Kraton kembali disebut- sebuh dalam rapat panitia khusus rancangan peraturan daerah istimewa (raperdais) turunan pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. Lalu siapa saja yang menjadi kandidatnya?

Lurah Pangeran Kraton Kanjeng Gusti Pengeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto mengakui saat ini belum ada penyiapan putra mahkota di internal Kraton. Namun menurutnya hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Lantaran Kraton telah memiliki yuriprudensi untuk menetapkan Sultan yang bertahta ketika belum ada putra mahkota.

Advertisement

Sesuai dengan pakem paugeran Kraton, lanjutnya, penerus takhta Kraton diberikan pada keturunan laki-laki tertua Sultan bertakhta dari istri prameswari. Akan tetapi, kata dia, hal berbeda terjadi saat pengangkatan KGPH Mangkubumi sebagai Sultan Hamengku Buwono X sebagai Sultan. Saat itu, HB IX tidak memiliki istri prameswari. Karenanya keluarga lalu memutuskannya lewat musyawarah. Menurut dia, musyawarah itu menjadi mekanisme terakhir jika belum ada pengangkatan putra mahkota.

“Waktu itu diputuskan Kangmas Mangkubumi karena putra tertua di antara kami,” katanya usai rapat Pansus, Senin(21/7/2014).

Ketika Sultan tak memiliki keturunan anak laki- laki, siapa yang berhak menduduki takhta itu menurut dia sesuai dengan ‘urutan kacang’ atau adik tertua. Hadiwinoto dengan gelar KGPH adalah adik tertua HB X. Namun ia menampik hak takhta Kraton itu ke depan turun ke dirinya.

Advertisement

“Kalau bukan haknya ‘mujur ngalor’,” ujarnya.

Kondisi ini, katanya, pernah terjadi saat penobatan HB VII. Meski sudah sesuai dengan pakemnya, putra mahkota yang diangkat berulang meninggal. Musyawarah keluarga, lanjutnya, juga dilakukan saat penobatan HB VI. Waktu itu tidak ada keturunan dari HB V. Karenanya diputuskan takhta kerajaan diberikan kepada rayi Dalem (paman), meski istri HB V tengah mengandung dua bulan. Dan ketika ternyata istrinya melahirkan seorang anak laki- laki, tidak ada yang protes. Karena faktor ‘X’ itu, menurut dia, yurisprudensi dalam paugeran tidak bisa diatur dalam perdais pengisian jabatan gubernur. Justru saat ini, ujarnya, Kraton perlu membenahi mekanisme di internal ketika Sultan yang belum memenuhi syarat sebagai gubernur tapi harus memberikan rekomendasi pengangkatan pejabat gubernur.

Berdasarkan Undang- Undang Keistimewaan, pejabat gubernur ini ditunjuk pemerintah saat Sultan dan Adipati sama- sama belum layak namun harus dikonsultasikan ke Kraton dan Pakualaman.

Advertisement

“Tidak bisa selain Sultan dan Adipati yang merekomendasikan, karena Sultan adalah yang berkuasa di Kraton dan Adipati di Pakualam,” katanya.

Desakan untuk penyiapan putra mahkota Kraton itu keluar dari sejumlah anggota fraksi yang menjadi anggota Pansus. Isti’anah Zainal Asiqin dari Fraksi PAN, misalnya, penyiapan Putra Mahkota yang layak itu harusnya sudah dimulai dari sekarang.

“Pansus akan mengaturnya menjadi kewajiban Kraton dan Kadipaten tanpa menunjuk siapa calonnya,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif