Soloraya
Senin, 21 Juli 2014 - 05:10 WIB

PAMERAN SENI RUPA : Retrospeksi Wayang Buddha Dipamerkan di Soedjatmoko

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tatuk Marbudi memotret wayang budha yang dipamerkan di Balai Soedjatmoko, Solo, Minggu (20/7/2014). Pameran dengan tema Restropeksi Wayang Budha tersebut bertujuan mengenang kembali wayang Buddha dari kelahiran sampai munculnya kreasi baru. (Ardiansyah Indra Kumala/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Perjalanan wayang Buddha yang melatarbelakangi berbagai pentas seni pertunjukan akbar di Indonesia telah menginjak usia empat dekade. Rekam jejak bagian sejarah kesenian yang kini telah bermetamorfosis melintasi cabang seni tersebut dipamerkan dalam Retrospeksi Wayang Budha yang digelar di Balai Soedjatmoko Solo, Sabtu-Kamis (19-24/7/2014).

Berawal dari Sasono Mulyo (berada di kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Baluwarti, Pasar Kliwon, Solo), ide penggarapan Wayang Budha kali pertama tercetus dari benak Suprapto Suryodarmo. Seniman yang akrab disapa Mbah Prapto ini kemudian mengajak rekannya Hajar Satoto untuk mewujudkan kreasinya dengan mengolah bayangan siluet wayang yang dibuat dari seng.

Advertisement

Melihat gagasan tersebut, sejumlah seniman di antaranya Bambang Suwarno, Sri Djoko Rahardjo, dan Blasius Subono tertarik terlibat menjadi dalang Wayang Budha. Kreativitasnya kala itu rupanya juga mendukung seniman tari seperti Sunarno, Wahyu Santosa Prabowo, Nora, Nanuk, dan Samsuri, untuk mendukung pertunjukan wayang Buddha.

Dalam foto dokumentasi koleksi Suprapto Suryodarmo yang dipajang di ruang pamer, sebilah wayang garapan Hajar Satoto pada tahun 1970-an silam menampilkan sosok Sutasoma. Wayang garapan Hajar itu menampilkan ekspresi Buddha dalam perwajahan tiga dimensi laiknya relief candi. Ciri khas lain garapan seniman yang berpulang pada Agustus 2013 ini juga terlihat dalam wayang yang menampilkan tiga perempuan khas relief candi Buddha.

Selain tampil dalam karakter tiga dimensi yang tak lazim dijumpai dalam wayang kulit purwa, wayang berukuran satu meter persegi lebih yang dipinjam dari koleksi Museum Ronggowasito ini juga kaya detail. Pahatan motif batik aneka rupa pada kain jarit dan ornamen hias menghiasi seluruh bagian wayang kulit itu.

Advertisement

Pentas akbar wayang Buddha dengan melibatkan sejumlah seniman besar kali pertama mencetak sejarah di panggung Pekan Penata Tari Muda di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 1978 silam. Sempat beberapa tahun vakum dipentaskan, Suprapto Suryodarmo kembali menggelar pertunjukan wayang Buddha di Candi Borobudur pada perayaan Hari Waisak 2006 lalu.

Pementasan yang mengolaborasikan wayang kulit, tari, karawitan, teater, ini turut menggandeng sejumlah seniman muda. Rekaman peristiwa tersebut ditampilkan dalam dokumentasi pertunjukan yang diputarkan melalui televisi layar datar yang dipajang di ruang pamer tersebut.

Empat wayang berwarna kuning, putih, hitam, dan merah menampilkan Sutasoma dalam posisi kaki timpuh. Ornamen Jawa menjadi ragam hias yang menempel di tubuh wayang itu. Sementara ekspresinya, tampil dalam perwajahan dua dimensi ala wayang purwa.

Advertisement

Suprapto Suryodarmo menyampaikan rasa bahagiaannya karena perjalanan seni yang mengawinkan keselarasan hubungan manusia, alam, dan Sang Pencipta ini telah melintasi berbagai disiplin ilmu kesenian. “Senang sekali perjalanan kelompok Wayang Budha ini sudah melahirkan tulisan, buku, sampai ada regenerasi dalang baru. Ini sesuatu yang membahagiakan buat kami,” terang Mbah Prapto, sapaan Suprapto Suryodarmo, saat berbincang selepas pembukaan pameran di ruang pamer setempat, Sabtu (19/7/2014) malam.

Pameran Retrospeksi Wayang Budha sekaligus menjadi pembuka rangkaian acara lain di antaranya Sarasehan dan Pentas Tari Arsitektur Tubuh oleh Wahyu Santoso Prabowo (ISI Solo), Ibed Surgana Yuga (Kalanari-Jogja), Mugiyono Kasido (Mugi Dance Company, Solo), dan Margit Galanter (USA), di ruang pamer setempat, Minggu (20/7/2014). Selain itu turut digelar Pentas Wayang Budha oleh Dalang Dwi “Gendut” Suryanto dan dilanjutkan diskusi bersama Suprapto Suryodarmo dan Bambang Suwarno, Rabu (23/7/2014) malam.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif