Soloraya
Senin, 7 Juli 2014 - 07:31 WIB

PENGADAAN SERAGAM SISWA : Disdikpora Solo Tak Digubris, Sekolah Membangkang

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pendaftaran siswa baru (JIBI/dok)

Solopos.com, SOLO-Peringatan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Solo, Etty Ratnowati tentang pungutan seragam sekolah seakan tidak dihiraukan.Etty sudah memperingatkan Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Solo, karena mematok pungutan seragam sekolah.

Pantauan Solopos.com, Sabtu (5/7/2014) di SMAN 6 Solo siswa yang keterima melalui PPDB Online melakukan daftar ulang. Mereka membayar uang untuk pembelian seragam senilai Rp935.000 dan antre di koperasi sekolah (kopsis) untuk mengambil seragam.

Advertisement

Satu di antara orang tua murid yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan tidak keberatan. Karena, dimanapun sekolah kalau di Solo pungutan seragam itu hal biasa.”Namanya daftar ulang kan pasti sambil beli seragam,” ujarnya.

Kepala SMAN 6 Solo, Harminingsih mengatakan bahwa seragam tidak wajib. Dia mempersilahkan jika ada orang tua murid yang mau membeli di luar sekolah.

“Bukan sekolah menjual, hanya kopsis menyediakan saja, ” ujarnya.

Advertisement

Sedangkan,bendahara MKKS SMA Solo, AD. Gayatri saat dihubungi Solopos.com sudah ditindaklanjuti oleh Disdikpora Solo tentang pungutan seragam sekolah. Dia mengatakan bahwa Disdikpora memperingatkan bahwa tidak sesuai dengan Permendikbud No. 45/2014 tentang seragam sekolah.

“Sebenarnya itu peraturan baru, semua perlu masa transisi,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (6/7).

Dia membela diri, bukan mematok harga tapi demi kebersamaan semua. Menurutnya, sekolah-sekolah di Solo tidak menjual. Hanya saja menyediakan melalui koperasi sekolah.

Advertisement

Dia mengimbuhkan, masalah seragam merupakan masalah yang bertahun-tahun ada pada masyarakat. Orang tua murid baru menurutnya juga banyak yang setuju.

“Hanya seper sekian [sedikit] saja yang tidak setuju dan selalu dibesar-besarkan,” katanya.

Sedangkan untuk keluarga miskin (gakin), dia mengatakan tidak ada masalah. Terutama di SMAN 7 Solo, sekolah yang dia pimpin.

“Orangtua gakin malah senang, karena nilai yang rendah bisa keterima, mereka bersyukur, makanya mau membayar,” tegasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif