Jogja
Rabu, 2 Juli 2014 - 06:20 WIB

Suatmadji Ubah "Preman" Jadi Perajin

Redaksi Solopos.com  /  Mediani Dyah Natalia  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suatmadji, mantan preman yang jadi perajin kuningan. Dalam waktu dekat, ia akan membuat klontongan sapi terbesar untuk memecahkan rekor Museum Rekor. (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja) Indonesia (MURI) dalam pergelaran Bantul Ekspo pada 14-25 Agustus mendatang di Pasar Seni Gabusan (PSG) Bantul.

Harianjogja.com, BANTUL-Era 1980-an Suatmadji dicap sebagai preman kondang di DIY dan menjadi target operasi rezim Presiden Soeharto. Namun kini, perajin kuningan asal Bantul itu bisa menciptakan lapangan kerja bagi ratusan warga tidak mampu termasuk rekan-rekannya sesama bekas gali.

“Dosa saya itu banyak sekali dulu, makanya saya bertekad mengajak teman-teman tolonglah tinggalkan profesi itu, jangan lagi jadi preman,” ungkap lelaki yang hanya memiliki satu kaki itu saat disambangi Senin (30/6/2014).

Advertisement

Kala itu, Suatmadji masuk dalam daftar nomor urut 10 gali yang bakal menjadi target operasi rezim Soeharto. Takut, tak berumur panjang, Suatmadji mati-matian belajar menjadi perajin kuningan meninggalkan aktivitas sebagai gali. Bisnis pembuatan kuningan dulu belum marak seperti sekarang dan diyakini bakal moncer.

“Saya disekolahkan belajar kuningan oleh Disperindagkop [Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi] Bantul, pernah belajar di Bandung, Trowulan. Daripada saya mati. Kan dulu banyak Petrus [Penembak Misterius],” tutur suami dari Endang Sri Hartini itu.

Sekitar 1983, Suatmadji mulai mencoba peruntungan membuka usaha kerajinan kuningan. Pelan-pelan ia mengajak rekan-rekannya sesama gali dan warga tidak mampu untuk berwirausaha. Bisnis kuningan Suatmadji booming. Era 1990-an hingga 2000-an ia mengantongi omzet hingga miliaran rupiah dalam sebulan. Berkat kepiawannya membuat kuningan pula, lelaki yang tak lulus SMA itu pernah diangkat sebagai Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) untuk mengajar praktek pembuatan logam.

Advertisement

Malang tak dapat ditolak, bapak tiga anak itu harus merelakan kaki kanannya diamputasi pada 2005 karena penyakit diabetes. Sejak itu ia berhenti mengajar. Namun semangatnya menularkan semangat berwirausaha ke para bekas gali dan warga tidak mampu tetap membara. Rekan-rekannya yang bekerja di rumah Suatmadji diarahkan untuk membuka usaha sendiri.

“Ada yang spesialis menjadi tukang ukir di Kota Gede atau pengecoran logam di Pleret. Itu semuanya dulu dari sini, saya minta jadi pengusaha sendiri, tapi kami tetap bekerjasama. Misalnya untuk proses finishing produk semua ditangani di sini tapi produksinya di tempat lain,” lanjutnya.

Kini, sudah lebih dari 10 pengusaha yang berhasil dipelopori Suatmadji. Mereka tersebar hingga Jawa Tengah dan luar Jawa seperti di Padang Sumatra Barat. Para pengusaha itu mempekerjakan ratusan orang sebagai perajin kuningan.

Advertisement

“Sampai tua saya hanya ingin mendalami kuningan ini, saya hanya minta teman-teman yang masih jadi preman untuk tobat, berwiraswastalah. Mungkin dengan cara ini saya bisa menebus dosa saya,” kata Suatmadji.

Kendati sudah duduk di kursi roda, Suatmadji tak sepi order. Belum lama ini ia menyelesaikan pembuatan klontong raksasa pesanan Pemkab Bantul. Klontong adalah kuningan yang biasa dikalungkan ke leher sapi dan menimbulkan bunyi.

Namun kali ini, klontong dibuat lebih besar setinggi dan selebar 1 meter. Di badan klontong itu digambar logo Pemkab Bantul. Klontong itu digadang-gadang memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam pergelaran Bantul Ekspo pada 14-25 Agustus mendatang di Pasar Seni Gabusan (PSG) Bantul.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif