Soloraya
Kamis, 19 Juni 2014 - 06:00 WIB

DEMAM BERDARAH SOLO : Waspada, Hampir Separuh Kelurahan di Solo, Endemis DBD

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk penyebar demam berdarah. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO–Sedikitnya 20 dari 51 kelurahan di Kota Bengawan dinyatakan sebagai daerah endemis demam berdarah. Penetapan itu didasarkan pada temuan kasus penyebaran penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk tersebut selama tiga tahun berturut-turut.

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Efi Setyawati Pertiwi mengatakan hingga Mei tahun ini tercatat 120 warga terjangkit demam berdarah dengue (DBD), dimana dua diantaranya meninggal dunia.

Advertisement

“Kami sangat mewaspadai kembali merebaknya penyakit ini pada Mei hingga Juni, karena berdasar tren tahun sebelumnya, peningkatan kasus terjadi pada pertengahan tahun,” jelas Efi, ditemui solopos.com di ruangannya Rabu (18/6/2014). Ia menyebut ke dua korban meninggal akibat DBD terjadi di wilayah Kelurahan Jebres dan Manahan.

Dari 20 kelurahan, temuan sebaran DBD terbanyak terjadi di wilayah Kelurahan Kadipiro dan Mojosongo. Sementara dua kelurahan yakni Kauman dan Kestalan berhasil meraih predikat daerah bebas DBD. “Daerah bebas DBD diberikan kepada wilayah yang selama tiga tahun berturut-turut tidak ditemukan warga yang terjangkit virus itu. Dari delapan nominasi ada dua yang lolos, tetapi sepertinya hanya tinggal satu, Kauman. Karena pada awal Juni, di Kestalan ditemukan satu warga yang terserang DBD,” terang dia.

Efi mengatakan berdasar hasil penelitian pada 2011 terbukti nyamuk aedes aegypti membawa virus DBD hingga generasi ke-5. Oleh sebab itu, abatisasi dan fogging harus dipadukan untuk mencegah penularan. “Nyamuk aedes aegypti bisa terbang sejauh 100 meter dengan masa hidup dua pekan. Karena itu harus ada perpaduan antara fogging dan abatisasi,” urai dia.

Advertisement

Selain fogging dan abatisasi, Efi menyebut sejumlah langkah lain dilakukan untuk mencegah DBD. Langkah itu diantaranya pemantauan jentik berkala dan abatisasi selektif (PJB AS). Abatisasi selektif diberikan di area yang tidak memungkinkan dilakukan pengurasan.

“Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) massal juga kami lakukan setiap tahun pada bulan April dan September,” tambahnya. Efi meminta warga mewaspadai penyebaran DBD meskipun sudah hampir meninggalkan musim penghujan.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif