Lifestyle
Sabtu, 7 Juni 2014 - 01:44 WIB

INFO MEDIS : Belum Teruji Ilmiah, Plaque Therapy Diragukan

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kedelai (Gonatureplus.com)

Solopos.com, SOLO — Pengobatan jantung koroner dengan memanfaatkan ekstrak kedelai atau plaque therapy yang diperkenalkan oleh salah satu klinik kesehatan di Jakarta belum diakui sebagai standar pengobatan jantung internasional. Pengobatan itu juga belum teruji klinis sehingga hasilnya masih diragukan.

Sikap kontra terhadap pengobatan alternatif itu dikemukakan pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Cabang Solo Trisulo Wasyanto. Saat diwawancarai Solopos.com beberapa waktu lalu, ia mengatakan jika ada seseorang yang mengklaim bisa menghancurkan plak pada pembuluh darah koroner dengan hanya menggunakan kedelai maka hal itu perlu dipertanyakan keabsahannya.

Advertisement

Terlebih lagi, katanya, jika dikatakan bahwa penggunaan ekstrak kedelai bisa menggantikan by pass. Menurut dia, pernyataan itu tak bisa dipertanggungjawabkan. Berdasarkan catatan pengalaman klinis dan laporan khusus jantung dunia, hal itu belum pernah disampaikan dalam forum-forum ilmiah baik formal maupun informal.

Trisulo menerangkan jantung koroner terjadi ketika penderitanya mengalami penyumbatan dalam pembuluh darah koroner sehingga suplai aliran darah pada otot jantung tidak maksimal. Terlebih jika ada sumbatan total, bakal terjadi kebuntuan yang mengakibatkan suplai makanan terhenti sehingga jantung berhenti berdenyut.

Advertisement

Trisulo menerangkan jantung koroner terjadi ketika penderitanya mengalami penyumbatan dalam pembuluh darah koroner sehingga suplai aliran darah pada otot jantung tidak maksimal. Terlebih jika ada sumbatan total, bakal terjadi kebuntuan yang mengakibatkan suplai makanan terhenti sehingga jantung berhenti berdenyut.

Untuk menormalkan kembali biasanya dibuatkan kolateral yang juga disebut dengan istilah by pass. Menurut Trisulo, memang ada obat penghancur gumpalan darah dalam saluran koroner, namun hanya bisa diberlakukan pada pembekuan yang lamanya kurang dari enam jam. Sementara sumbatan pada saluran koroner terdiri atas beberapa komponen seperti kolesterol jahat, bercampur sel darah merah dan putih, asam urat, gula, dan lainnya.

Dengan demikian, jika sumbatan itu sudah terbentuk dan diklaim bisa disembuhkan dengan ekstrak kedelai, tidak mungkin terjadi. “Seseorang divonis jantung koroner apalagi jika saluran koronernya mati, diberi infus hanya ekstrak kedelai atau obat-obat baru lainnya, itu nonsense,” ujar dia.

Advertisement

Penggunaan setiap temuan baru juga tak boleh sembarangan, melainkan harus dengan hati-hati. Diujicobakan terlebih dahulu kepada manusia dengan berbagai tipikal tubuh yang berbeda dan dilakukan di sejumlah negara seperti Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Tenggara.

Jika benar terbukti, hasil penelitian sekaligus uji coba bakal disampaikan dalam forum-forum ilmiah dan dicantumkan dalam jurnal jantung sedunia. Selain itu, perlu juga dilakukan pengecekan lebih sebelumnya melalui kateresisasi jantung.

Pemeriksaan kateterisasi itu digunakan untuk mendeteksi apakah pasien benar-benar menderita jantung koroner atau ada masalah lainnya. Pasalnya, bisa saja pasien plaque therapy sebenarnya bukan penderita jantung koroner, melainkan hanya nyeri dan sesak biasa lalu setelah diterapi mendadak sembuh.

Advertisement

“Kalau kedelai ini belum saya temukan di forum ilmiah maupun jurnal jantung,” kata lelaki yang juga sebagai Kepala Instalasi Jantung Terpadu RSUD dr. Moewardi.

Dokter spesialis jantung di RSUD Moewardi Triadhy Nugraha membenarkan bahwa setiap penemuan pengobatan baru yang sesuai standar selalu diumumkan dalam forum-forum ilmiah. Dalam forum tersebut biasanya juga disampaikan secara gamblang termasuk hasil uji cobanya.

Uji coba pengobatan standar nasional, menurut dia, selalu melalui sejumlah proses yang ketat. Bahkan, obat yang sebelumnya lolos uji dan telah dipakai puluhan tahun bisa ditarik kembali peredarannya jika kemudian hari ditemukan efek samping yang merugikan manusia. Masyarakat diminta wasapada terhadap peredaran obat-obatan yang belum diakui secara legal semacam itu.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif