News
Jumat, 9 Mei 2014 - 16:35 WIB

Tuntutan 84 Item KHL Dinilai Berlebihan

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Upah Buruh (JIBI/Solopos/Antara)

Solopos.com, JAKARTA — Tuntutan kalangan buruh untuk menaikkan jumlah item kebutuhan hidup layak (KHL) dari 60 item menjadi 84 item untuk menetapkan upah minimum 2015 dinilai berlebihan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kemenakertrans, Wahyu Widodo. “Sebanyak 60 item KHL tersebut sudah cukup untuk menentukan kenaikan upah minimum setiap tahunnya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (9/5/2014).

Advertisement

Sesuai aturan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, jelas Wahyu, penentuan upah minimum yang ditetapkan 60 hari sebelum diberlakukan itu masih ditambah dengan pertumbuhan makroekonomi. “Sesuai aturan, formula upah ditentukan atas survei 60 komponen KHL lalu ditambah dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi.”

Menurutnya, 60 item KHL tersebut masih relevan untuk penetapan upah minimum 2015. Jumlah item tersebut baru saja naik dari 46 item menjadi 60 item pada 2012. “Harus diingat, upah minimum hanya jaring pengaman metode pengupahan saja.”

Jadi, upah minimum pada 2015 masih sangat relevan meski survei KHL hanya mengacu 60 item. “Dengan mengacu 60 item saja, kenaikan upah sudah sangat signifikan serta sudah memenuhi azas keadilan bagi buruh dan pengusaha.”

Advertisement

Sementara itu dengan kenaikan upah minimum setiap tahunnya, paparnya, masih banyak pengusaha—terutama yang bergerak di sektor padat karya—masih merasa keberatan. Tercatat, pada 2014 sebanyak 414 perusahaan padat karya mengajukan penangguhan upah. “Namun hanya 315 perusahaan yang disetujui. Itu bukti kalau pengusaha keberatan atas ketentuan tersebut.”

Sebagaimana diketahui, usulan penaikan jumlah item KHL menjadi 84 item terus didengungkan kalangan buruh. “Hasil survei dalam kuesioner dan Focus Group Discussion (FGD) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), penambahan KHL menjadi 84 item didasari oleh meningkatnya kebutuhan yang sudah berubah,” kata Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).

Menurut Said, tingkat kebutuhan buruh sangat dinamis. “Kebutuhan itu dihitung berdasar sejumlah aspek antara lain budaya dan sosiologi wilayah.”

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif