Soloraya
Jumat, 25 April 2014 - 01:30 WIB

TOL SOLO-KERTOSONO : Merasa Terisolasi, Warga Tuntut Pembebasan Lahan

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Solopos.com, BOYOLALI–Pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono memaksa beberapa warga untuk angkat kaki dari tempat tinggalnya semula lantaran rumah dan tanah miliknya akan menjadi area jalan tol yang pengerjaannya saat ini memasuki tahap kedua.

Di RT 005/002 Dusun Lemah Abang, Desa Brajan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, menyisakan tiga rumah yang tidak tersentuh pembangunan jalan tol soker. Keadaan ini membuat pemilik rumah meminta P2T Kabupaten Boyolali untuk membebaskan lahan yang mereka miliki.

Advertisement

Menurut Ketua RT setempat, Sugito, tiga keluarga yang tertinggal merasa terisolir lantaran 17 warga lainnya pindah dari dusun yang berada sekitar satu kilometer dari jalan raya. “Nantinya dusun di sini akan terbelah dua karena pembangunan tol, di sebelah selatan tol ada rumah yang tersisa sedangkan di sini dua rumah yang sama sekali tidak menjadi bagian dari pembangunan tol,” jelas dia saat disambangi Espos, Rabu (23/4/2014) di kediamannya.

Lokasi yang jauh dari perkotaan serta tidak adanya akses jalan jika tol soker mulai beroperasi Sugito yakin akan memperoleh hak yang sama dengan warga lainnya. “Masa satu RT hanya ada tiga kepala keluarga saja? Sekarang saja suasana di dusun ini sudah sepi, apalagi besok,” terang dia.

Berdasarkan pantauan solopos.com, Dusun Lemah Abang hanya memiliki satu akses jalan kampung selebar tiga meter saja. Jalan tersebut hanya mampu dilewati satu mobil, sedangkan di sisi barat dusun yang terlihat hanya persawahan warga. Menengok ke sisi timur terdapat tempat pemakaman umum desa Brajan. Tak jauh dari pemakaman, terdapat jurang dan sungai di sebelah utara dusun. Sehingga dusun Lemah Abang memang jauh dari hiruk pikuk kota.

Advertisement

Warga yang tanah dan rumahnya tidak terkena dampak pembangunan tol soker terpaksa ikut pindah saat warga yang lain juga meninggalkan tanah kelahirannya. “Untuk itu, kami menuntut pembebasan lahan dengan harga yang sama seperti warga lain. Agar nantinya tidak ada kecemburuan yang terjadi antara warga yang direlokasi dan yang tidak,” tandas dia.

Selain Sugito, Eko,25,warga yang tak terkena imbas tol soker juga menuntut hal serupa. “Kalau jalan tol sudah mulai beroperasi kami mau keluar masuk area sini juga enggak sebebas sekarang, nah akses jalan untuk kami juga tidak dipikirkan,” ungkap dia.

Eko yang saat ini tinggal bersama orang tua dan istrinya menyayangkan apabila pemerintah tidak mengabulkan permohonan warga yang minta pembebasan lahan seperti warga lainnya.” Masa kami sendirian di dusun ini, kan enggak nyaman sekali,” papar dia.

Advertisement

Sementara itu, dari 17 rumah yang direlokasi, lima diantaranya belum mendapatkan uang ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten Boyolali. Warga berdalih, harga yang ditawarkan pemerintah tidak sesuai dengan nilai sejarah dari tanah yang diwariskan dari Mangkunegaran tersebut.

Menurut Pujiati, salah satu pemilik bangunan yang belum mendapat ganti rugi menginginkan pemerintah membayar Rp1 juta per meter untuk tanah. “Dari awal memang tidak ada proses tawar menawar, tiba-tiba kami mendapatkan undangan dari Kelurahan yang didalamnya terdapat harga Rp150.000 per meter yang ditandatangani oleh Lurah. Sebagai warga kami merasa tidak dihargai padahal tanah ini peninggalan leluhur kami,” jelas dia dengan mata berkaca-kaca.

Sebagai warga, Pujiati berharap pemerintah bisa lebih transparan dalam mematok harga ganti rugi relokasi jalan tol soker ini. “Bukan uang yang kami tuntut, tetapi keterbukaan dari pemerintah, jangan asal memberikan harga tanpa berdasar seperti itu,” ungkap dia.

Ibda Fikrina Abda/JIBI/Solopos

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif