Soloraya
Kamis, 24 April 2014 - 14:51 WIB

PEMBAHASAN RAPERDA WONOGIRI : Penghambat Informasi Publik Bisa Diancam 6 Bulan Penjara

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi Hearing (JIBI/dok))

Solopos.com, WONOGIRI–Otoritas pemangku kepentingan baik di pemerintahan maupun nonpemerintahan terancam penjara enam bulan dan denda senilai Rp50 juta apabila tidak memberikan informasi kepada publik. Namun tidak semua informasi bisa disampaikan kepada publik karena pertimbangan tertentu.

Di antaranya, karena pertimbangan menghambat penyelidikan, membahayakan keselamatan dan keluarga, mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan. Juga jika informasi tersebut disampaikan ke publik dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri atau dapat mengungkap rahasia pribadi serta membahayakan pertahanan dan keamanan.

Advertisement

Ketentuan itu tercantum pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang dibahas pada public hearing di Grha Paripurna, DPRD Wonogiri, Kamis (24/4). Hadir pada kegiatan itu, mantan Wabup Wonogiri, Y Sumarmo, pensiunan pejabat Pemkab Wonogiri, LSM, pejabat aktif Pemkab Wonogiri dan anggota DPRD Wonogiri. Namun, anggota DPRD Wonogiri yang hadir sekitar 15 orang atau 30% dari jumlah anggota Dewan Wonogiri sebanyak 50 orang.

Ketentuan pidana dituangkan dalam Bab XV pasal 68. Kewajiban parpol untuk menyediakan informasi publik dituangkan dalam pasal 16 dan kewajiban lembaga nonpemerintah diatur pada pasal 17. Kewajiban parpol yang bisa diakses oleh publik di antaranya mengenai keterbukaan soal pengelolaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari sumbangan masyarakat atau luar negeri dan sebagainya.

Kegiatan public hearing itu, dimanfaatkan Ketua Komisi A DPRD Wonogiri, Soetarno berpamitan karena tak lagi terpilih menjadi anggota Dewan Wonogiri pada 9 April. “Niat anggota Komisi A melontarkan Raperda Inisiatif tentang Keterbukaan Informasi Publik agar dibahas menjadi perda untuk memenuhi hak dasar masyarakat dalam memperoleh informasi. Juga mendorong masyarakat untuk member kontribusi kepada pemerintahan.”

Advertisement

Soetarno mengatakan, keterbukaan yang dimaksudkan dalam raperda tidak bugil tetapi disesuaikan dengan perundangan yang ada. Ketua DPRD Wonogiri, Wawan Setya Nugraha, menegaskan, raperda inisiatif merupakan implementasi anggota Dewan dalam melaksanakan fungsi legislasi. “Apalagi, sistem pemerintahan Indonesia mengembangkan sistem demokrasi sehingga keterlibatan masyarakat dalam mengambil kebijakan perlu mendapat ruang.”

Sementara itu, peserta public hearing, Sri Wiyoso menilai perda tentang KIP dimaksudkan agar pemerintahan Wonogiri bersih. Mantan Kepala Disnaker Wonogiri berharap, tim ahli beserta anggota Dewan Wonogiri mengakomodasi masukan masyarakat sehingga tidak ada yang dirugikan.

“Salah satu masukan dari masyarakat tadi di antaranya dasar hukum meski urut agar peraturan bupati tidak bertentangan dengan aturan di atasnya. Juga mekanisme permohonan informasi publik meski dijelaskan secara rinci.”

Advertisement

Sri Wiyoso mengapresiasi usulan Dewan bahwa terbuka tidak sepenuhnya bugil. “Ada informasi-informasi yang tidak boleh dipublikkan. Saya ingin keterbukaan terorganisasi dan tidak keterpaksaaan.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif