Entertainment
Minggu, 20 April 2014 - 20:34 WIB

RECORD STORE DAY 2014 : Menyulut Kembali Kejayaan Rilisan Fisik Bisnis Musik

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung memilih kaset pita yang dijual saat acara Surakarta Record Store Day di Lokananta, Solo, Minggu (20/4/2014). Dalam acara tersebut pengunjung dapat membeli beragam piringan hitam, kaset pita, CD, serta asesoris musik lainnya dari berbagai tahun perekaman. (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Anjloknya penjualan produk rilisan fisik mengilhami ratusan orang yang terdiri atas pemilik toko musik independen, pemilik label independen, musisi, dan kolektor rilisan fisik, merayakan Record Store Day (RSD) 2014 di Lokananta, Solo, Minggu (20/4/2014) siang. Ajang temu produsen dan konsumen musik itu diharapkan sebagai pertanda kebangkitan era rilisan fisik yang gaungnya meredup satu dasawarsa terakhir.

Jajaran cakram padat (compact disc), kaset, dan piringan hitam dari penyanyi dan band era 1970-2000 mengisi meja etalase sederhana milik Andika Nugraha. Pemilik lapak A Room With A View asal Jakarta ini menjajakan 200-an koleksi pribadinya. Dari jajaran koleksinya, CD dari album ketiga Burgerkill berjudul Beyond Coma and Despair (2006) yang dirilis melalui label indie di bawah label Revolt! Records, menjadi koleksi yang paling diburu. Meskipun bekas, namun CD yang dibeli Andika dengan harga Rp5.000 di pasar loak ini menjadi incaran kolektor musik.

Advertisement

Dalam RSD kali ini, salah satu album rok terbaik versi Rolling Stone Indonesia tersebut dilepas ke kolektor dengan harga Rp200.000. “Harganya tergolong murah [buat kolektor]. Di pasar musik online, sudah tembus Rp350.000. Ini salah satu album metalcore terbaik yang paling diburu saat ini,” kata Andika saat ditemui di sela-sela acara, Minggu.

Selain lapak milik Andika, event ini turut dimeriahkan pemilik toko musik independen asal Jogja dan Solo antara lain JNM Art Shop, Solonesia, 2 N 1, Holyflesh, Insanity Genius, Unleashed, Win Some, Bund Satan, dan Alpha Omega.

Tak hanya menjadi surga bagi kolektor musik, acara RSD 2014 juga menjadi ajang melihat peluang bagi pemilik label independen. Salah satunya bagi Sasongko, Pemilik Win Some Records ini, menilai acara seperti itu menjadi tempat promosi sekaligus sarana pemasaran secara langsung kepada kolektor atau penggemar musik.

Advertisement

“Melalui wadah seperti ini, karya-karya band indie bisa dipromosikan. Kami berharap ajang seperti ini tidak hanya digelar sekali dalam satu tahun, tapi bisa reguler,” terang label yang memproduseri album band Gerbang Singa (Solo) dan Positive Mind (Hungaria) ini.

Penggagas acara Record Store Day 2014, Tamtomo Widhiandono, mengatakan rilisan fisik selama setahun belakangan menjadi salah satu benda yang paling diburu penggemar musik. Saat ini, imbuhnya, keberadaan rilisan fisik menjadi ajang pertaruhan gengsi bagi kolektor. Sementara bagi para musisi dan band indie, rilisan fisik menjadi sarana adu kreativitas dalam memasarkan musik mereka.

“Kami memasuki siklus 10 tahunan. Berawal dari tahun 1994, saat itu peta musik dunia berubah dengan booming era kaset. Tahun 2004, kami mengalami booming merchandise. Satu dasawarsa kemudian meredup dan saat ini eranya rilisan fisik bangkit kembali,” terang lelaki yang akrab disapa Dondit ini.

Advertisement

Selama periode 2013-2014, Dondit mencatat belasan band indie asal Soloraya telah merilis album, antara lain Down For Life, Fisip Meraung, Last Down, Gerbang Singa, Descender, Meltic, Lord Symphony, Matius Tiga Ayat Dua, Something Sucks, The Working Class Symphony, Senja Dalam Prosa, KM 09, Salahudin Al Ayyubi, dan Elbarukh.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif