Jogja
Selasa, 15 April 2014 - 12:34 WIB

UAN 2014 : Kisah Siswa Tuna Netra, Lelah Meraba 61 Halaman

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Imam Budi Prasetyo, siswa tunanetra di SMAN 1 Bantul mengerjakan soal Ujian Akhir Nasional (UAN) menggunakan huruf braille, Senin (14/4). (Bhekti Suryani/JIBI/Harian Jogja)

Ujian Akhir Nasional (UAN) tidak selalu dijalani siswa dengan mudah. Apalagi bila siswa tersebut termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) seperti tunanetra. Bagaimana pengalaman siswa tunanetra di Bantul menghadapi UAN kali ini? Berikut laporan Wartawan Harian Jogja Bhekti Suryani.

Tepat Pukul 09.30 WIB, ratusan siswa kelas III SMAN 1 Sewon, Bantul, berhamburan keluar dari ruang kelas. Mereka sedikit bernapas lega setelah menyelesaikan UAN mata pelajaran Bahasa Indonesia pada Senin (14/4/2014) pagi.

Advertisement

Satu per satu siswa itu mengambil snack yang telah disediakan panitia ujian di depan pintu kelas untuk pengganjal perut sebelum ujian kedua dimulai pukul 10.30 WIB.

Saat siswa lainnya asyik mengudap snack dan beristirahat, Imam Budi Prasetyo dan seorang siswa lainnya yang ada di ruang 305 masih berjibaku mengerjakan soal ujian. Dua tangan Imam sibuk meraba huruf braille di kertas soal miliknya. Dengan cepat, tangan Imam membalik halaman soal berikutnya.

“Untuk siswa ABK sengaja diberi tambahan waktu 20 menit, itu sudah aturan dari pusat,” kata Sumarsono pengawas UAN dari satuan pendidikan yang mampir ke muka kelas 305.

Advertisement

Tambahan 20 menit terasa sebentar bagi Imam. Hingga akhirnya petugas ujian mengumpulkan satu per satu lembar jawaban miliknya. “Capek meraba soal sampai berkeringat gini,” tutur Imam usai merampungkan ujian.

Remaja kelahiran Klaten 7 Mei 1992 itu harus meraba 61 halaman soal UAN dan menjawab 51 soal ujian. “Sebenarnya kalau soalnya tidak sulit. Tapi lelah sekali untuk membaca soal. Tangan sampai pegal,” imbuhnya.

Imam memang tidak terbiasa mengerjakan soal ujian menggunakan huruf braille. Remaja yang buta  sejak usia 8 tahun itu biasanya mengerjakan ujian semester dengan cara dibantu. Seorang guru akan membacakan soal untuknya. Begitu pun saat belajar sehari-hari di kelas dan di rumah.

Advertisement

“Kalau belajar sehari-hari, saya pakai aplikasi di komputer dan ponsel yang bisa mengubah tulisan menjadi suara. Jadi saya belajar baca buku dari situ,” ungkapnya.

Hanya mata pelajaran Matematika yang sarat lambang dan simbol, ia harus menggunakan buku berhuruf braille. Beruntung, di perpustakaan SMAN 1 Sewon, buku matematika bertulisan braille mudah didapat. Buku-buku itulah yang membantu Imam menjadi juara se-Indonesia Olimpiade Science Nasional (OSN) 2013 lalu.

Kala itu, remaja yang hidup mandiri dengan menyewa kamar kos itu meraih juara kedua. “Kalau Matematika enggak sulit kalau baca huruf braille. Kesulitannya kalau di kelas, kadang guru tidak menyebut nama angka atau simbol tapi dengan kata ini dan itu menunjuk di papan tulis,” ungkapnya sambil tersenyum.

Imam tidak sendiri sebagai siswa berkebutuhan khusus di SMAN 1 Sewon. Ada seorang lagi siswa kelas tiga yang juga tunanetra. Sedangkan tiga ABK lainnya di SMA itu, masih duduk di kelas 1 dan 2, mereka mengalami tuna rungu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif