Entertainment
Selasa, 15 April 2014 - 03:15 WIB

SALA MONOLOG 2014 : 50 Penghobi Teater Belajar Seni Peran di TBS

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tokoh teater Djarot B. Darsono memberikan materi saat workshop keaktoran di Teater Arena Taman Budaya Surakarta (TBS) Solo, Minggu (13/4/2014). (Septian Ade Mahendra/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Penyelenggara Sala Monolog 2014, Minggu (13/4/2014), menggelar workshop keaktoran di Teater Arena Taman Budaya Surakarta (TBS) Solo. Pegiat senior teater Djarot Budi Darsono didaulat sebagai pembicara.

Alhasil, suasana Teater Arena pun berubah daramatis. “Bayar utangmu! Utang beli baju sudah tiga bulan menunggak. Kalau tidak membayar juga, kuambil suamimu…,” teriakan monolog Ratna Susanti, 21, menggema.

Advertisement

Ekspresi aktris teater muda berbaju merah ini tampak disulut amarah. Wajah dan kedua telapak tangannya menengadah berulang kali untuk menagih jawaban segera.

Aksi pemeranan singkat Ratna mendapatkan perhatian sekitar 50 orang yang tertarik menekuni dunia teater asal Solo, Semarang, Jogja, dan Surabaya. Mereka menyimak pemaparan dan pelatihan dari Djarot.

Sebelum peserta digiring untuk ber-acting marah, Djarot terlebih dahulu membekali mereka dengan 11 teknik keaktoran yang menjadi pengalamannya selama tiga dekade berkecimpung di dunia teater. Djarot mendefinisikan aktor yang baik mampu menjelma, merespons, menyampaikan artikulasi dengan tepat, bisa membina klimaks, bergerak dengan wajar, bisa memproyeksikan diri dengan bagian tubuhnya, mampu menakar keperluan ekspresi, sadar teknik muncul dan berlalu di panggung, bisa memanfaatkan momentum, tempo, dan punya intuisi.

Advertisement

Berbekal pengalaman dan teorinya tersebut, Djarot menilai kualitas keaktoran sebagian peserta workshop yang sebagian besar terdiri atas penghobi teater tersebut masih belum sempurna. Celah kesalahan di antara mereka terutama terletak pada kurang tepatnya meracik komposisi ekspresi, kewajaran, dan pengolahan tempo.

Menurut pegiat Teater Lungid ini, menyampaikan ekspresi marah menjadi kewajaran dalam keseharian. Tapi kebanyakan aktor pemula lupa dengan kaidah yang terkadang membutuhkan olah rasa. “Timing, tempo, jarak dengan penonton, dan pengalaman di panggung itu kadang dikesampingkan,” katanya.

Djarot juga mencermati saat ini mencari aktor muda berbakat yang intens di panggung monolog/teater lokal cenderung sulit. “Enggak ada yang militan, tidak sekadar hobi saja. Memang yang punya komitmen dan talenta saat ini sulit dicari. Tapi lewat penghobi semacam ini, infrastruktur teater turut terbangun. Mereka ini yang ngurip-uripi,” pungkasnya.

Advertisement

Salah seorang peserta, Ratna Susanti, mengatakan pelatihan semacam ini menambah pengetahuan keaktoran yang selama ini tidak ia dapatkan dari komunitasnya di Teater Soekamto Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. “Sudah empat tahun saya belajar teater. Senang bisa belajar teori yang gampang dimengerti dari ahlinya seperti ini,” kata Mahasiswa Semester VIII Jurusan Sastra Inggris Unisri ini.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif