Soloraya
Selasa, 15 April 2014 - 17:50 WIB

KASUS LEPTOSIROSIS BOYOLALI : Leptospirosis Serang Boyolali, 5 Orang Meninggal Dunia

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Solopos.com, BOYOLALI — Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali mewaspadai merebaknya leptosirosis atau penyakit kencing tikus di wilayah tersebut. Dalam kurun waktu dua pekan terakhir, Dinkes menerima laporan setidaknya ada enam warga yang terserang penyakit tersebut. Lima di antaranya meninggal dunia di rumah sakit.

Penanganan terhadap kasus penyakit tersebut dilakukan Dinkes Boyolali dengan menggandeng Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Balai Litbang P2B2) Banjarnegara. Mereka melakukan pengobatan dan memeriksa populasi tikus di wilayah terdampak.

Advertisement

Kepala Dinkes Boyolali, Yulianto Prabowo, didampingi kepala bidang (kabid) Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL), Achmad Muzzayin menyatakan laporan kasus penyakit leptosirosis di wilayah Boyolali mulai masuk ke Dinkes sekitar dua pekan terakhir. Sementara gejala sakit yang diderita para korban terjadi sejak 11 Maret 2014. “Rata-rata, korban meninggal satu pekan setelah menunjukkan gejala sakit,” ungkap Yulianto, didampingi Muzzayin, ketika dimintai konfirmasi, Selasa.

Dijelaskan Muzzayin, berdasarkan hasil penyelidikan, lima korban tertular penyakit tersebut saat mereka bekerja di sawah. Sedangkan satu orang lainnya terserang penyakit tersebut di rumah. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira yang dibawa tikus dan menular melalui air kencing tikus.

Selain tikus, bakteri ini juga dapat diidap binatang mamalia atau binatang menyusui lainnya, seperti sapi, kambing, kucing, maupun babi. Sedangkan penularannya terjadi dengan adanya kontak dengan air kencing mamalia yang mengidap bakteri tersebut. Selain itu makanan maupun minuman yang tercemar bakteri tersebut juga dapat menjadi perantara penularan penyakit. “Ciri-ciri penderita penyakit ini pada gejala ringan di antaranya demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, mata merah,” jelasnya.

Advertisement

Jika tidak segera diobati, terangnya, dapat menyebabkan gejala lanjutan seperti sakit kuning, gagal ginjal, hingga pendarahan pada kulit. “Jika gejala masih ringan bisa diobati dengan obat dari apotek, tetapi jika sudah berat bisa menyebabkan korban meninggal karena organ dalamnya bisa kena,” tandasnya.

Mengantisipasi penularan penyakit tersebut, Yulianto mengatakan Dinkes bersama Balai Litbang P2B2 Banjarnegara melakukan penyuluhan dan pengobatan kepada warga yang rentan tertular. Selain itu, mereka menangkap tikus dan mengecek air kencing hewan ternak warga di dua kecamatan itu.

Pihaknya juga menghimbau supaya masyarakat, terutama di daerah yang pernah terjadi kasus penularan agar senantiasa menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Di antaranya yakni dengan selalu mandi atau mencuci tangan dengan sabun setelah bekerja. “Terutama setelah bersentuhan dengan hewan ternak atau dari sawah. Karena bakteri ini akan mati jika terkena sabun,” pungkas dia.

Advertisement

PENYAKIT LEPTOSIROSIS
Enam Warga Terserang, 5 Meninggal Dunia

BOYOLALI-Dinas Kesehatan (Dinkes) Boyolali mewaspadai merebaknya Leptosirosis atau penyakit kencing tikus di wilayah tersebut. Dalam kurun waktu dua pekan terakhir, Dinkes menerima laporan setidaknya ada enam warga di wilayah itu yang terserang penyakit tersebut. Lima orang di antaranya meninggal dunia di rumah sakit.
Penanganan terhadap kasus penyakit tersebut dilakukan Dinkes Boyolali dengan menggandeng Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Banjarnegara, untuk pengobatan pemeriksaan populasi tikus di wilayah terdampak.
Kepala Dinkes Boyolali, Yulianto Prabowo, didampingi kepala bidang (kabid) Pencegahan, Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3PL), Achmad Muzzayin menyatakan, laporan kasus penyakit leptosirosis di wilayah Boyolali mulai masuk ke Dinkes sekitar dua pekan terakhir. Sementara gejala sakit yang diderita para korban terjadi sejak 11 Maret 2014.
“Rata-rata, korban meninggal satu pekan setelah menunjukkan gejala sakit,” ungkap Yulianto, didampingi Muzzayin, ketika dimintai konfirmasi, Selasa.
Dijelaskan Muzzayin, berdasarkan hasil penyelidikan, lima korban tertular penyakit tersebut saat mereka bekerja di sawah. Sedangkan satu orang lainnya terserang penyakit tersebut di rumah. Sedangkan, penyebab penyakit tersebut yakni dari bakteri Leptospira yang dibawa tikus dan menular melalui air kencing tikus. Selain tikus, bakteri ini juga dapat diidap binatang mamalia atau binatang menyusui lainnya, seperti sapi, kambing, kucing, maupun babi. Sedangkan penularannya terjadi dengan adanya kontak dengan air kencing mamalia yang mengidap bakteri tersebut. Selain itu makanan maupun minuman yang tercemar bakteri tersebut juga dapat menjadi perantara penularan penyakit.
“Ciri-ciri penderita penyakit ini pada gejala ringan di antaranya demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, mata merah,” jelasnya.
Jika tidak segera diobati, terangnya, dapat menyebabkan gejala lanjutan seperti sakit kuning, gagal ginjal, hingga pendarahan pada kulit.
“Jika gejala masih ringan bisa diobati dengan obat dari apotek, tetapi jika sudah berat bisa menyebabkan korban meninggal karena organ dalamnya bisa kena,” tandasnya.
Mengantisipasi penularan penyakit tersebut, Yulianto mengatakan Dinkes bersama Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Banjarnegara melakukan penyuluhan dan pengobatan kepada warga yang rentan tertular, serta melakukan penangkapan tikus maupun pengecekan kencing hewan ternak warga di dua kecamatan di atas.
Pihaknya juga menghimbau supaya masyarakat, terutama di daerah yang pernah terjadi kasus penularan agar senantiasa menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), di antaranya yakni dengan selalu mandi atau mencuci tangan dengan sabun setelah bekerja.
“Terutama setelah bersentuhan dengan hewan ternak atau dari sawah. Karena bakteri ini akan mati jika terkena sabun,” pungkas dia. (Septhia Ryanthie)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif