Jogja
Minggu, 13 April 2014 - 14:20 WIB

Kisah Linmas di Era Reformasi, Terpinggirkan dan Tanpa Pembekalan

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mustijo, 65 Anggota Linmas Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Kulonprogo. (Arif Wahyudi/JIBI/Harian Jogja)

Ada kesan mendalam menyandang status sebagai petugas perlindungan masyarakat (Linmas) di tingkat desa. Dedikasi dan pengabdian menjadi misi khusus ketika mengenakan seragam hijau-hijau ini karena tidak ada honor menggiurkan dari status jabatan sebagai pegawai Linmas. Berikut laporan Wartawan Harian Jogja, Arif Wahyudi.

Mustijo, 65, merupakan salah satu generasi yang masih setia dengan profesi sebagai Linmas. Alasannya bukan karena berseragam Linmas bisa membuatnya kerem atau menjadi terpandang.

Advertisement

Jauh dari kondisi itu, karena profesi Linmas saat ini semakin terpinggirkan. Justru orang saat ini merasa malu menyandang seragam hijau-hijau kebesaran Linmas. Persoalan gengsi menjadi alasan utama

Mistijo masih setia dengan profesinya hanyalah sebuah ungkapan pengabdian terhadap desa. Tidak terasa sudah 35 tahun bapak tiga anak ini kukuh dengan profesi Linmas-nya. Sudah tujuh kali Pemilu dia selalu menjadi bagian dari  garda terdepan untuk mengamankan pesta demokrasi terbesar di Negeri ini.

Itulah sosok Mistijo, kakek tiga cucu yang loyal dengan profesinya. Gigi sudah mulai tanggal tidak mengurangi kegarangannya menjadi tim penjaga suasana kondusif di desa.

Advertisement

Nyali pemberaninya merupakan warisan didikan Linmas pada era orde baru yang konon bernama Pertahanan Sipil (Hansip). Masih ingat dalam benaknya ketika mengawali profesinya pada 1980 silam.

Saat itu dia menerima pembekalan yang super berat agar punya kekuatan fisik dan mental menjadi Hansip. Pasalnya; Hansip menjadi pelindung keamanan desa.

“Saat itu yang memberi pelatihan TNI. Jadi ya digojlok kaya tentara itu sehingga pasukan benar-benar punya kekuatan fisik dan mental,” ujarnya mengenangkan saat ditemui Harian Jogja sewaktu mengamankan Tempat Pemungutan Suara (TPS) Desa Ngentakrejo, Kecamatan Lendah, Rabu (9/4/2014) lalu.

Advertisement

Seiring perjalanan waktu, dia menjadi semakin heran. Tepatnya ketika Orde Baru telah berakhir kekuasannya. Hansip atau yang saat ini disebut Linmas tidak punya greget lagi.

Mistijo pun merasa heran dengan perekrutan anggota Linmas saat ini. Tidak adanya masyarakat yang tertarik membuat perekrutan anggota Linmas dilakukan asal-asalan yang penting ada regenerasi.

“Kalau sekarang kok Linmas itu enggak ada pembekalannya. Padahal tugasnya melindungi masyarakat. Jauh bila dibandingkan Hansip zaman dulu,” paparnya.

Dia pun merasa begtu rindu untuk bisa menemui nuansa sepret yang pernah dia alami ketika masih disebut seorang Hansip. Hanya satu yang masih tersisa sebagai warisan Hansip era Orde Baru, yakni bekal bela diri yang dia dapatkam dari warisan TNI yang menggojloknya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif