Soloraya
Senin, 24 Maret 2014 - 01:44 WIB

JAMINAN KESEHATAN BPJS : 70% Perusahaan Swasta Belum Daftar BPJS

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kartu BPJS (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 70% perusahaan swasta di Soloraya belum mendaftarkan karyawannya sebagai peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kondisi ini berpotensi merugikan pekerja lantaran harus membayar premi lebih sebagai peserta umum.

Staf Divisi Informasi BPJS Kesehatan Cabang Utama Solo, Untung Pramudyastanto, saat ditemui wartawan sesuai sosialisasi BPJS di car free day di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Minggu (23/3/2014), mengatakan hanya 30% dari total 6.000-an perusahaan swasta di Soloraya yang telah bergabung di BPJS. Padahal, batas akhir pendaftaran pekerja swasta adalah 31 Desember 2014. “Jika belum didaftarkan, mereka akan diperlakukan sebagai pasien umum saat berobat,” ujarnya.

Advertisement

Untung mengatakan iuran BPJS dipastikan lebih besar jika pekerja mendaftar sebagai pribadi. Dengan mendaftar melalui perusahaan, terangnya, pekerja hanya perlu membayar premi 0,5% dari upah minimum kota (UMK) atau sekitar Rp6.000 per bulan. “Sisanya sebesar 4% ditanggung perusahaan,” kata dia.

Menurut Untung, maraknya perusahaan yang menggaji karyawan di bawah UMK menjadi kendala terbesar kepesertaan perusahaan di BPJS. Diketahui, hanya pekerja dengan gaji standar UMK yang dapat mendaftarkan diri dalam program. “Akhirnya mereka (perusahaan) kebingungan sendiri.”

Selain itu, faktor kesadaran menjadi kendala selanjutnya dalam kepesertaan BPJS. Untung mengatakan sejumlah perusahaan masih menilai buruk keberadaan BPJS. Padahal jika dicermati, imbuhnya, BPJS sangat membantu di saat pekerja sakit yakni memberikan pembiayaan secara total. “Mereka memandang program pemerintah pasti berbelit. Pandangan ini sayangnya juga dimiliki pabrik-pabrik besar yang memiliki jumlah karyawan banyak,” tuturnya.

Advertisement

Dia berharap perusahaan segera mendaftarkan pekerjanya di BPJS. Sebab, ada sanksi bagi perusahaan yang melanggar berupa teguran tertulis, denda hingga pencabutan izin usaha. Ketentuan ini tertuang dalam PP No.86/2013. “Ujungnya perusahaan ikut merugi.”

Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Solo, Hudi Wasisto, menilai permasalahan BPJS tak hanya terletak di perusahaan. Menurutya, pekerja sendiri enggan masuk program tersebut. Dia mencontohkan perawatan RS yang harus melalui rujukan puskesmas. “Selain itu pekerja masih dibebani iuran tiap bulan. Padahal dulu semua ditanggung perusahaan,” tukasnya.

Hudi menambahkan pekerja cenderung memilih program asuransi kesehatan yang ditawarkan perusahaan. Sebab, pekerja dapat memeroleh layanan kesehatan sesuai keinginan. “Seperti bisa memilih dokter yang diinginkan,” tandasnya.

Advertisement

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif