Lifestyle
Selasa, 18 Maret 2014 - 19:40 WIB

KULINER SOLORAYA : Suasana Angkringan Kini Hadir di Kafe

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wedangan Omah Lodjie (WOL) di Jl. Kolonel Soetarto, Solo, seberang jalan depan RSUD dr. Moewardi, Solo. (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Beberapa waktu terakhir ini, bermunculan sejumlah kafe di Kota Solo yang menonjolkan suasana angkringan. Angkringan yang makna harfiahnya adalah pikulan di sebagian wilayah tengah Pulau Jawa lazim dimaknai sebagai warung tradisional tempat menongkrong sembari minum wedang atau wedangan.

Kafe-kafe berkonsep angkringan itu pada umumnya menyediakan sajian makanan dan minuman yang memadukan menu khas angkringan tradisional sekaligus hidangan yang lebih modern. Suasana tempat menongkrong lokal Solo juga dibangun dengan menghadirkan ciri fisik khas angkringan yang kini umumnya bukan lagi memanfaatkan pikulan melainkan gerobak.

Advertisement

Kafe bernuansa angkringan semacam itu biasanya juga memanjakan pengunjung dengan fasilitas ala kafe, seperti free wireless Internet (Wifi), minuman bersoda, dan sebagainya. Tetap dengan suasana angkringan, kafe-kafe itu juga dibangun dengan menghadirkan suasana temaram. Lampu di ruangan dibuat agak redup. Layaknya kafe-kafe modern, maka meja dan kursi dibikin dan disusun senyaman mungkin. Para pengunjung pun bisa berlama-lama menongkrong di tempat itu.

Salah satu kafe berkonsep angkringan itu adalah D’joeragan di Jl. Raya Baturan Blok AA 17 Perumahan Fajar Indah, Solo. Lokasinya sekitar 150 meter ke arah utara dari simpang empat Fajar Indah. Kafe untuk wedangan ini baru dibuka pada 22 Februari lalu. Setiap hari buka pukul 15.00 WIB-23.00 WIB.

Advertisement

Salah satu kafe berkonsep angkringan itu adalah D’joeragan di Jl. Raya Baturan Blok AA 17 Perumahan Fajar Indah, Solo. Lokasinya sekitar 150 meter ke arah utara dari simpang empat Fajar Indah. Kafe untuk wedangan ini baru dibuka pada 22 Februari lalu. Setiap hari buka pukul 15.00 WIB-23.00 WIB.

Makanan yang disajikan di kafe yang pas untuk wedangan ini cukup komplet. Selain aneka gorengan, kafe ini juga menyajikan aneka satai, seperti satai kikil, bakso, telur, usus, tahu, dan sebagainya. Ada juga jadah (ketan) bakar, nasi bandeng, teri, terik, nasi D’joeragan, dan lainnya.

Para pengunjung bisa duduk-duduk di kursi yang tersebar di sekeliling bangunan utama. Begitu masuk kafe ini, Anda akan langsung melihat berbagai jenis makanan terhidang di gerobak.

Advertisement

Awalnya, kata dia, pengunjung kedai tersebut mayoritas warga Perumahan Fajar Indah. Lambat laun, pengunjung dari berbagai daerah di Solo pun berdatangan. Setiap Sabtu malam, dia menghadirkan band akustik untuk menghibur pengunjung.

Sedangkan untuk menu, dia menambahkan aneka sambal dan ayam goreng. “Ada 25 jenis sambal di wedangan kami,” papar Yefta.

Suasana angkringan juga hadir di Wedangan Omah Lodjie (WOL) di Jl. Kolonel Soetarto, Solo, seberang jalan depan RSUD dr. Moewardi. Salah seorang pengelola WOL, Patmanto, mengatakan kedainya itu baru dibuka pada 15 Februari 2014.

Advertisement

Di WOL, pengunjung bisa menikmati suasana kafe di berbagai tempat. Pengelola menyediakan meja dan kursi berpayung tenda di teras dan taman. Sedangkan bagi yang ingin lesehan, pengelola menyediakan di pojok wedangan.

Pengunjung yang menginginkan suasana di rumah juga disediakan meja bundar besar di ruang utama. Sementara di balkon juga tersedia kursi-kursi kayu yang nyaman untuk bersantai sambil menikmati udara malam. Balkon ini tidak dipayungi atap sehingga pengunjung bisa leluasa melihat langit malam. “Biasanya yang sering nongkrong di balkon itu anak-anak muda,” papar Patmanto.

Sementara itu, kafe wedangan Rumah Nenek di Kampoeng Batik Laweyan, Solo menghadiri suasana rumah tempo dulu. Kafe wedangan yang dibuka akhir 2013 lalu itu memang digelar di sebuah rumah peninggalan zaman Belanda. Pengelola Rumah Nenek, Alberto Fatah Yasin, mengatakan sengaja membuka kedainya itu di Laweyan lantaran ingin pengunjung maupun wisatawan yang datang ke Kampoeng Batik Laweyan memiliki sensasi yang berbeda selain belanja batik.

Advertisement

“Setelah lelah berbelanja, mereka bisa bersantai sejenak sambil makan dan minum ala wedangan,” ujar Alberto, saat ditemui Solopos.com beberapa waktu yang lalu. Menu yang disediakan di kafe itu diformat senada dengan angkringan, seperti tempe goreng, tahu dan tempe bacem, martabak, dan lainnya. Untuk menu makan, pihaknya menyediakan nasi bandeng, gudeg, oseng-oseng dan garang asem.

Kafe itu mulai buka pukul 11.00 WIB-00.00 WIB dan libur setiap Selasa. Para pengunjung yang datang ke Rumah Nenek, imbuh Alberto, awalnya adalah orang-orang tua. Sedangkan anak-anak muda, kata dia, justru banyak yang datang setelah beberapa bulan kedai itu dibuka.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif