Soloraya
Selasa, 30 April 2024 - 20:01 WIB

1 Korban Masuk ICU, Ini Kronologi Pengeroyokan oleh 4 Pesilat di Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tiga pelaku pengeroyokan digiring aparat Satreskrim Polres Sragen dengan tangan diborgol di Mapolres Sragen, Selasa (30/4/2024). (Solopos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Korban pengeroyokan yang dilakukan empat anggota perguruan silat di Jalan Imam Bonjol, tepatnya di dekat Toko Meteor, Sragen Kulon, Sragen, dirawat di intensive care unit (ICU) RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Korban atas nama Firnanda Naga Priyandani, 17, pelajar asal Sine, Sragen Kota, Sragen, belum bisa dimintai keterangan.

Kapolres Sragen AKBP Jamal Alam melalui Kasatreskrim Polres Sragen AKP WIkan Sri Kadiyono didampingi Kasi Humas Polres Sragen Iptu Suyana dalam keterangan pers di Mapolres Sragen, Selasa (30/4/2024), membenarkan bila kondisi korban Firnanda Naga Priyandani masih belum bisa dimintai keterangan karena menjalani perawatan intensif di ICU RSUD Sragen.

Advertisement

Sementara satu korban lainnya, Bagus Jumanto, 15, pelajar asal Guworejo, Karangmalang, Sragen, menjalani rawat jalan dan bisa dimintai keterangan polisi.

Wikan menerangkan kasus dugaan pengeroyokan itu terjadi pada Minggu (28/4/2024) pukul 00.30 WIB. Dia mengisahkan awalnya korban berboncengan menggunakan motor habis bermain dari rumah temannya dan hendak pulang.

Advertisement

Wikan menerangkan kasus dugaan pengeroyokan itu terjadi pada Minggu (28/4/2024) pukul 00.30 WIB. Dia mengisahkan awalnya korban berboncengan menggunakan motor habis bermain dari rumah temannya dan hendak pulang.

Dalam perjalanan pulang, kata dia, kedua korban melewati Jalan Imam Bonjol, tepatnya di sebelah timur Stasiun Kereta Api Sragen. Saat itulah, jelas Wikan, mereka bertemu dengan rombongan pendekar dengan atribut yang berbeda yang konvoi. Diperkirakan rombongan itu terdiri atas 50 orang.

“Saat bersimpangan dengan rombongan itu, korban sempat diteriaki kirik-kirik karena pelaku melihat atribut dari kelompok yang berbeda dengan kelompok rombongan itu. Kedua korban takut dan menancap gasmotornya agak kencang. Tiba-tiba salah satu pelaku menendang motor korban. Kedua korban pun jatuh. Saat jatuh itu, korban dipukuli para pelaku. Ada yang menginjak-injak, ada yang memukul kepala korban dengan botol kaca,” jelas Wikan.

Advertisement

“Kami langsung ke lokasi kejadian tetapi para pelaku sudah tidak ada. Korban kemudian dievakuasi ke RSUD Sragen,” ujarnya.

Wikan menerangkan dari empat pelaku itu, satu pelaku masih anak-anak dan tiga pelaku lainnya sudah dewasa. Para pelaku itu terdiri atas RR, 23, warga Sidoharjo Sragen; TG, 19, warga Karangmalang, Sragen; BHA, 18, warga Sambirejo, Sragen; dan RB, 17, warga Sragen Kota.

Dia menerangkan tiga pelaku itu dikenai Pasal 170 KUHP dengan ancaman tujuh tahun penjara, sedangkan pelaku anak-anak dikenai Pasal 80 juncto Pasal 76C UU No. 35/2014 tentang Perubahan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Advertisement

“Sebanyak 50 orang anggota perguruan silat itu berkonvoi tanpa izin. Dari keterangan pelaku, mereka itu konvoi setelah habis kopi darat dan nongkrong di komunitasnya. Saat di jalan, pelaku bertemu korban yang mengenakan atribuk dari kelompok berbeda. Korban ini memang membawa atribut perguruan silat tertentu,” katanya.

Menurut Wikan, kejadian di Sragen Kulon itu tidak ada kaitannya dengan insiden di Terminal Lama pada malam yang sama. Wikan mencoba menanyai para pelaku. Dari pengakuan mereka, motifnya ikut-ikutan temannya. Mereka ditangkap di rumah masing-masing.

Sebelumnya, polisi melakukan olah kejadian perkara dan memeriksa saksi-saksi sehingga mengarah pada keempat pelaku.

Advertisement

Dia mengimbau kepada masyarakat jangan bermain hakim sendiri, apalagi dengan dalih ikut-ikutan karena ada merugikan diri sendiri. Dia menyatakan siapa pun yang bermain hakim sendiri akan berhadapan dengan Satreskrim Polres Sragen.

“Sebenarnya kami sudah mengomunikasikan dengan pihak-pihak terkait termasuk para pimpinan perguruan pencaksilat terkait permasahan yang timbul, seperti gesekan di akar rumput. Komunikasi itu dilakukan supaya tidak terjadi peristiwa serupa. Kami meminta masyarakat menjaga kondusivitas daerah, jangan sampai terpecah belah. Beda kelompok tidak apa yang penting tetap Bhinneka Tunggal Ika,” imbau Wikan yang diamini Suyana.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif