Jogja
Minggu, 16 Maret 2014 - 10:25 WIB

Kecelakaan Membuat Tulik Tergolek 15 Tahun

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tulik Sunari (Kusnul Isti Qomah/JIBI/Harian Jogja)

Kecelakaan berakibat fatal. Bak kehilangan masa muda, Tulik Sunari harus rela menghabiskan masa mudanya di tempat tidur. Berikut kisah yang dihimpun wartawan Harian Jogja, Kusnul Isti Qomah.

Setelah menyusuri jalanan di Desa Pulutan, Kecamatan Wonosari, Jumat (14/3/2014), tibalah di sebuah Dusun Ngaliyan. Berbelok di sebuah gang, tampak rumah dari anyaman bambu. Rumah itu memiliki atap yang rendah sehingga harus menunduk ketika masuk.

Advertisement

Seorang pria dan dua orang wanita memandu koran ini masuk. Kondisi atap pun sudah tidak rata. Rangka penyangga genting bergelombang. Kondisi ruang tamu gelap. Ada sebuah meja kecil untuk televisi. Di sekitarnya ada empat kursi tamu yang ditata setengah melingkar di atas anyaman bambu. Lantai rumah itu masih tanah.

Dua orang wanita itu, Marlin dan Pariyah, mengantar ke ruang belakang. Kondisi ruang belakang hampir sama. Di bagian sudut barat, tampak ada sekat kecil. Ruangan yang disekat itu berukuran 2×4 meter. Ruangan itu hanya diterangi lampu kecil.

Di salah satu sudutnya ada sebuah ranjang dari kayu dengan alas kasur setebal lima sentimeter. Di atasnya terbaring seorang pria berusia 32 tahun. Rambutnya cepak, pipinya tirus dan matanya dalam. Kumis dan jenggotnya lebat namun rapi.

Advertisement

Berselimutkan sarung, Tulik Sunari hanya bisa bersuara lirih. “Bagaimana kabarnya?” tanya seorang tetangganya, Tumidjo. “Lemas pak,” jawab Tulik dengan lirih. “Lebih lemas dari pas saya datang dulu itu,” tanya Tumidjo lagi. “Iya,” jawab Tulik.

Kondisi selimutnya saat itu agak melorot. Marlin, sang kakak ipar, dengan telaten memasang selimutnya. Di bagian agak ujung dari ranjang kayu itu tampak sebuah peralon putih yang diarahkan keluar. Rupanya peralon itu saluran pembuangan untuk Tulik.

“Tulik sudah lumpuh sejak usia 17 tahun. Ia mengalami kecelakaan yang membuat tulang punggung patah,” ucap Marlin. Dalam kesendirian di pojokan, Tulik ditemani dengan bantal dan sebuah radio. Ia juga ditemani berbotol-botol minyak angin.

Advertisement

Keseharian Tulik ditemani kakak dan kakak ipar yang selalu merawat. Pramono, suami Marlin, kakak kandung Tulik, sudah dua pekan ini menjadi penjual bakso tusuk. Hasil yang ia dapat digunakan untuk menghidupi keluarga, termasuk adik kandungnya itu.

“Saat itut adik saya [Tulik] masih sebagai loper plastik. Dia tabrakan dengan minibus di Siraman,” tutur Pramono. Kejadian 15 tahun lalu itu masih membekas di hati Tulik, Pramono, Marlin dan Pariyah.

Untuk melangsungkan hidupnya, Pramono sangat bergantung pada hasil jualan. Ia juga bergantung pada bantuan tetangga serta sumbangan dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Gunungkidul Rp300.000 setiap bulannya. Namun bantuan itu ia rasakan pada 2013 lalu. “Untuk yang 2014 ini belum ada,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif