Soloraya
Sabtu, 15 Maret 2014 - 06:14 WIB

DEMONSTRASI BOYOLALI : Seno Tak Gubris Tritura

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seno Samodro (JIBI/Solopos/Dok)

Solopos.com, BOYOLALI–Bupati Boyolali, Seno Samodro, tak menggubris Tritura Rakyat Boyolali yang digulirkan sejumlah elemen masyarakat saat demonstrasi di depan Kantor Bupati di Kemiri, Mojosongo, Kamis (13/3/2014).

Saat ditemui solopos.com, di ruang kerjanya, Jumat (14/4/2014), Bupati tegas menyampaikan tidak ada tuntutan dalam Tritura itu yang perlu ditindaklanjuti. Seperti diketahui, seratusan massa yang mengatasnamakan Barisan Merah Putih Boyolali (BMPB) menggulirkan Tritura Rakyat Boyolali yang berisi, turunkan Seno Samodro, tangkap Seno Kusumoharjo (kakak bupati), dan hentikan politisasi PNS. “Tidak ada yang perlu diperhatikan. Segelintir orang yang demo itu kan semua lawan politik,” kata Seno.

Advertisement

Soal tuntutan menghentikan politisasi PNS, Seno menganggap itu hanya tudingan yang tanpa dasar. “Itu tudingan mereka saja.” Sampai detik ini, klaim Seno, Panwaslu tidak pernah memanggilnya atau meminta klarifikasi apa pun soal politisasi PNS. Jadi, menurutnya, politisasi PNS tidak pernah ada.
“Bupati tidak pernah terlibat. Di setiap kesempatan, setiap pidato selalu saya sampaikan PNS harus tetap profesional, netral, jaga pemilu agar kondusif sukses tanpa ekses.”

Demo yang digelar dengan penjagaan ketat aparat, menurut Seno adalah kali pertama pada 2014. “Ini demo pertama di 2014, ya bagus. Boyolali kan setahun ndak pernah ada demo, paling 1 Mei ketika Hari Buruh. Saya sih senang-senang saja kalau ada demo, yang jualan kacang sama air mineral laris.”

Selanjutnya, soal tuntutan menangkap Seno Kusumoharjo yang dianggap berkaitan dengan intervensinya terhadap birokrasi, Bupati juga membantah bahwa selama ini dia merasa tidak pernah diintervensi. Tuduhan intervensi itu, menurut Bupati juga berkaitan dengan kekalahan pihak lawan politik dalam Pilkada Boyolali tiga tahun lalu.

Advertisement

“Saya menang pilkada kan banyak sekali yang jadi hero, jadi pahlawan. Itu saya perhitungkan skor dan bobot jasanya. Artinya yang skornya lebih besar, aspirasinya lebih banyak. Lha wong lawan politik kok minta diwujudkan aspirasinya, ya nggak ada sejarahnya.”

Bupati kembali menegaskan demonstrasi yang digelar di depan kantornya, Kejaksaan Negeri dan di eks kantor bupati yang lama di Jl. Merbabu, sarat muatan politis. Namun, dia mempersilahkan demo dan penyampaian aspirasi apa pun bentuknya, asal tidak dilakukan secara anarkistis.

“Kalau saya melihat mungkin itu urusannya sama pemilu legislatif. Mungkin di lapangan dia kesulitan sosialisasi, kesulitan kampanye. Lihat saja, caleg-caleg yang seperti itu jadi ndak.”

Advertisement

Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I), Thontowi Jauhari, mengatakan tuntutan agar Bupati lengser merupakan klimaks dari sebuah proses yang panjang. “Kalau begitu namanya Bupati sudah bebal,” kata dia yang juga ikut dalam aksi unjuk rasa.

Menurutnya, ada banyak alasan sehingga tuntutan agar Bupati mundur digulirkan. Menurutnya, Bupati telah melanggar empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. “Proses mutasi PNS telah mengesampingkan ideologi-ideologi yang ada dalam Pancasila. Yang dia lakukan adalah memperkaya kroni-kroninya lewat proyek dan bansos.”

Tanggapan Bupati yang menyebut lawan politik tak patut diwujudkan aspirasinya, menurut Thontowi, telah menunjukkan Seno tidak bisa menerima kebhinekaan. Ini alasan utama sehingga muncul tuntutan bupati harus turun dari jabatan. “Jadi kami akan terus bergerak mengingatkan, bahwa saat ini kekuatan yang sudah sangat dominan, yang memunculkan pelanggaran di mana-mana.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif