Soloraya
Senin, 10 Maret 2014 - 12:55 WIB

GAGASAN : Indonesia Raya Patah Hati

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Priyadi kerupukcair@gmail.com Mahasiswa Sastra Inggris IAIN Surakarta Santri di Bilik Literasi Solo

Priyadi
kerupukcair@gmail.com
Mahasiswa Sastra Inggris
IAIN Surakarta
Santri di Bilik Literasi Solo

Pemuda atau mahasiswa patah hati lalu mendengarkan lagu Indonesia Raya bisa jadi kembali bersemangat. Kita tak bisa menganggap Indonesia Raya tak bisa mengobati rasa kecewa dan patah hati.

Advertisement

Mungkin kita hanya mengalami keterkejutan sesaat ketika seorang pemuda patah hati menolak berangkat menonton konser Geisha dan mendendangkan Jika Cinta Dia atau Selalu Salah.

Dia bisa jadi memilih mendengarkan Indonesia Raya sambil membaca buku tipis Sejarah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya (1993) garapan B. Sularto. Tentu saja, bila itu benar-benar terjadi akan lebih impresif.

Lagu Indonesia Raya tak hanya merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak merdeka. Lagu Indonesia Raya juga memuat rekaman kekhawatiran, kecemasan, pemberontakan, juga kekecewaan karena patah hati.

Advertisement

B. Sularto  (1993: 18) mengemukakan bahwa Sugondo Joyo Puspito, Ketua Kerapatan Kongres Pemuda II, merasa cemas setelah membaca syair lagu Indonesia Raya. Hanya karena ada kata-kata “untuk Indonesia Raya”, Sugondo khawatir jika polisi kolonial Belanda punya dalih untuk menghentikan acara dan menggagalkan pengumuman hasil Kerapatan Kongres Pemuda Indonesia II.

Malam tanggal 28 Oktober 1928 itu, polisi kolonial Belanda sudah menggagalkan acara pawai para anggota kepanduan. Sugondo tak ingin acara gagal saat kerapatan sudah hampir selesai. Muhammad Yamin telah ditugasi mengetik hasil pengumuman kerapatan kongres.

Naskah ketikan Yamin itu lantas kita kenal dengan naskah Soempah Pemoeda. Sugondo minta saran kepada Van der Plas. Ia seperti meminta pendapat bagaimana jika lagu itu dinyanyikan. Tapi, Van der Plas memberi isyarat agar Sugondo minta izin kepada perwira polisi Belanda.

Sugondo tak mau. Lagu Indonesia Raya tetap mengalun dengan kemerduan dan semangat dari biola W.R. Supratman. Sebermulanya Indonesia Raya di kongres itu adalah suara biola.

Advertisement

W.R. Supratman dan Perawan

Jika B. Sularto menulis bahwa kerapatan kongres itu hanya mengalunkan Indonesia Raya dari biola Supratman, Soebagijo I.N. dalam Tragedi Kehidupan Seorang Komponis (Biografi Wage Rudolf Supratman) (1985) memberi informasi lain.

Di luar acara kongres, Sugondo memberi tahu ada seorang perawan, seorang gadis, dari perkumpulan Nationale Islamitische Padvinderij akan menyanyikan Indonesia Raya. Semua hadirin memusatkan perhatian pada gadis berumur sekitar 15 tahun itu.

Gadis itu menyanyi. Meski suaranya biasa saja, tapi hadirin bersorak gembira. W.R. Supratman, sang penggubah Indonesia Raya, lahir pada 9 Maret 1903. Minggu (9/3), Supratman genap berusia 111 tahun. Supratman jadi jurnalis di beberapa koran di Batavia.

Advertisement

Supratman juga lihai bermain musik. Supratman diajari bermusik oleh kakak perempuannya. Dia tak hanya belajar cara menggesek biola, tapi juga cara membuat not balok dan not angka. Sebelum Indonesia Raya diciptakan, Supratman pernah begitu sangat kecewa dengan Belanda.

Roman Perawan Desa karyanya dibredel. Roman itu tak boleh dijual di toko-toko buku. Padahal roman itu telah dicetak dengan uang hasil tabungan Supratman sendiri.

Meskipun cintanya pernah pupus kepada Perawan Desa karena dibredel, tapi Supratman juga jatuh cinta pada perawan lain. Perawan itu bernama Mujenah. Supratman berhasrat memiliki pendamping. Tak ada keistimewaan apa-apa dalam diri Mujenah.

Soebagijo I.N. (1985: 62-63) menuliskan bahwa justru dari kesederhanaannya itulah Supratman tertarik kepada Mujenah. Tapi, Mujenah tak menanggapi kehendak Sang Komponis. Supratman pun kecewa. Supratman patah hati. Adakah Indonesia Raya juga patah hati?

Advertisement

Wacana Kebangkitan Pemuda

Bisa jadi Menteri Pemuda dan Olah Raga, Roy Suryo, pernah membuat Indonesia Raya patah hati. Roy Suryo pernah tiba-tiba berhenti saat mengalunkan Indonesia Raya dihadapan ribuan orang.

Seandainya Indonesia Raya adalah perawan pujaan, tentu ia akan marah. Sebab, Pak Menteri itu lupa pada wajah cantiknya, senyum manisnya, kerling manja mata indahnya. Tapi, Pak Menteri tetap bekerja dan tetap optimistis.

Iklan setengah halaman di Solopos edisi Senin (3/3) menampilkan wajah sumringah Pak Menteri. Iklan itu mengabarkan pada kita sebuah deklarasi, bahwa 2014 adalah tahun kebangkitan pemuda. Pak Menteri sepertinya ikut-ikutan anggapan publik bahwa 2014 adalah tahun politik sekaligus sebagai tahun penanda.

Tiap tahun, pada setiap peringatan Sumpah Pemuda, wacana kebangkitan pemuda hampir dipastikan muncul. Sejak era Soekarno, apalagi pada era rezim Soeharto, juga pada presiden setelahnya hingga era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Tiap tahun wacana kebangkitan pemuda selalu muncul. Tapi, itu seakan seperti Sisifus. Mendorong batu besar ke atas gunung dan sebelum sampai di puncak batu itu menggelinding lagi ke bawah. Mendorong terus, menggelinding lagi, seperti itu terus setiap tahun, selama usianya.

Advertisement

Pak Menteri bahkan berencana akan membuat satuan tugas (satgas) kepemudaan, yaitu satgas kepemudaan antinarkoba, antiterorisme, tanggap bencana, dan kewirausahaan.

Kita pun patah hati. Kenapa Pak Menteri tidak membuat satgas kepemudaan pengembangan ilmu pengetahuan dan sastra? Padahal dalam iklan itu kita diberitahu para pemuda harus memiliki daya saing di kawasan ASEAN.

Kita pun tahu, bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) adalah dengan ilmu pengetahuan dan sastra. Ingar-bingar deklarasi justru terlihat di foto-foto dalam iklan. Deklarasi juga mengundang band papan atas, meski band tersebut usia pesonelnya sudah tidak muda lagi!

Kita bisa membayangkan bagaimana suasana kemeriahan acara tersebut. Kita mungkin lupa, bahwa Supratman, pemuda pencipta lagu Indonesia Raya itu, patah hati dengan perawan.

Supratman juga patah hati dengan keluarga karena tak merestui pernikahannya dengan janda bernama Salamah, dan meninggal di Surabaya diantar hanya sekitar 40 pelayat. Selamat ulang tahun Supratman, selamat ulang tahun…

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif