Soloraya
Kamis, 6 Maret 2014 - 21:30 WIB

POLITISASI BIROKRASI : Bupati Tuduh Kiai Politis, PKP21 Membantah

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Direktur Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I) Thontowi Jauhari (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, BOYOLALI — Pernyataan Bupati Boyolali Seno Samodro yang menuduh kalangan ulama di wilayahnya kepentingan politik gara-gara menyatakan keprihatinan atas arogansi kepala daerah setempat dibantah. Tuduhan Bupati Seno yang menyebut para ulama itu ditunggangi kepentingan politik itu justru dianggap sebagai melecehkan tokoh agama.

Direktur Pusat Kajian Pencerahan Politik Indonesia (PKP2I) Thontowi Jauhari yang , Kamis (6/3/2014) mengemukakan koreksi atas sikap Bupati Seno tersebut. Menurut dia, siapapun yang punya hati nurani tidak akan setuju dengan sikap arogansi bupati.

Advertisement

“Dan sekarang para ulama ini ibaratnya sudah mulai keluar kandang dan turun gunung. Bahwa ternyata ada permasalahan yang sangat serius dengan Boyolali dan kalau para ulama ini sudah berkomentar artinya bupati tidak boleh menanggapi sebagai kritik biasa,” kata Thontowi.

Ketika lembaga DPRD dan partai politik sudah tidak berfungsi maka menurut Thontowi ini saatnya tokoh agama turun tangan. “Ini sekaligus mendorong agar DPRD juga sadar butuh tindakan yang cepat untuk mengingatkan bupati.”

Menurut Thontowi, gerakan dan keprihatinan ulama ini tidak ada kaitannya dengan kepentingan-kepentingan politik. Mestinya, kata dia, Bupati harus mulai introspeksi terhadap gaya kepemimpinannya yang otorian itu. “Semua pihak berharap bupati segera kembali ke rel yang benar, kembali pada idiologi Pancasila dan tidak pilih kasih juga tidak korup.”

Advertisement

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Muhammadiyah Boyolali Ali Muchson sebelumnya mengungkapkan sejumlah ulama dan tokoh agama serta tokoh masyarakat telah bersepakat menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Bupati Boyolali Seno Samodro. Dari beberapa tuntutan yang sedang dirumuskan, bahkan muncul adanya tuntutan untuk meminta bupati mundur saja dari jabatannya.

“Kalau bupati terus nekat, gerakan menurunkan hupati itu benar-benar terjadi. Secara etis dan hukum bupati kami anggap telah banyak melanggar norma.”

Ditemui terpisah, Syuriah PCNU Boyolali, KH Abdul Khamid, menilai pernyataan bupati yang menuding keprihatinan ulama di Boyolali telah ditunggangi politis hanya untuk mengaburkan permasalahan utama. “Kalau saya sendiri tidak merasa ditunggangi kepentingan politis. Tapi kalau ada orang politik yang memanfaatkan gerakan para ulama ini ya mangga saja. Karena siapapun tidak boleh diam kalau melihat ketidakbenaran,” kata Khamid.

Advertisement

Menurut Khamid, ungkapan keprihatinan kalangan ulama dan tokoh agama terkait tata kelola pemerintahan Boyolali adalah murni dari masyarakat. Khamid mengakui, banyak sekali masyarakat yang datang kepadanya dan menyampaikan keresahan dan ketidaknyamanan dalam tata birokrasi pemerintahan. “Jadi kalau ada masyarakat yang resah dan ingin menyampaikan isi hati ya wajar saya kira. Silakan saja, masyarakat juga butuh penjelasan,” ujar dia.

Kiai Khamid, sapaannya, juga ingin menggugah warga masyarakat dan birokrat di Boyolali untuk cerdas dan berani berpikir kritis. “Semua berhak bersuara. Jangan takut kepada siapapun. Kami pun hanya bisa mengingatkan. Kalaupun ada yang berwacana demo, ya sah-sah saja. Itu juga bagian dari demokrasi.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif