Soloraya
Minggu, 5 Mei 2024 - 12:51 WIB

Kasus Duel Tukang Angon Bebek di Klaten, Warga Demo Minta Tersangka Dibebaskan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Desa Jetis, Klaten Selatan, Klaten, menggelar aksi dukungan agar warga setempat yang jadi tersangka penganiayaan dalam duel maut tukang angon bebek dibebaskan, Sabtu (4/5/2024) sore. (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Ratusan warga Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, Klaten, menggelar aksi damai sebagai bentuk dukungan  kepada salah satu warga setempat yang menjadi tersangka kasus pembunuhan dalam duel antara tukang angon bebek. Aksi damai digelar di desa setempat, Sabtu (4/5/2024) sore.

Warga meminta agar tersangka dibebaskan dari jerat hukum lantaran menilai pembunuhan itu sebagai upaya membela diri. Seperti diketahui, warga desa setempat berinisial T, 35, atau Taupiq, menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan berujung pembunuhan di tepi jalan wilayah Desa Jetis, Selasa (19/3/2024) siang.

Advertisement

Aksi solidaritas diikuti sekitar 250 warga. Selain warga Jetis, aksi diikuti Paguyuban Raja Bebek, komunitas penggembala bebek di Klaten. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan keinginan atau tuntutan agar Taupiq segera dibebaskan.

Keluarga besar Paguyuban Raja Bebek mohon teman/saudara kami “Topik” dibebaskan karena dia hanya membela diri dan melawan premanisme,” tulis komunitas penggembala bebek dalam salah satu spanduk.

Spanduk lain juga bernada tuntutan agar aparat penegak hukum membebaskan Taupiq karena dalam perkara itu hanya membela diri.

Advertisement

Solidaritas Masyarakat untuk Taupiq S.M.U.T. Wahai bapak Hakim, Bapak Jaksa, Bapak Polisi. Tolonglah !!!! bebaskan Taupiq Khori Muhilal bin Suparno dari : “Jeratan Hukum” karena membela diri dari arogansi Preman !!!!,” tulis warga dalam spanduk.

“Ini aksi solidaritas warga Jetis. Kami meminta Bapak Hakim, Kejaksaan, Kapolres, untuk membebaskan Saudara Taupiq. Karena saya dan warga menilai saudara Taupiq hanya membela diri. Mas Taupiq mudah-mudahan diberi pertolongan oleh Allah,” jelas Ketua RW 009, Desa Jetis, Supriyanto, saat ditemui Solopos.com di sela aksi.

Supriyanto mengatakan warga menilai Taupiq dalam kasus itu karena sebatas membela diri dari korban yang lebih dulu melakukan pemukulan. “Mas Taupiq di kampung kami aktif dalam kegiatan kepemudaan gotong royong serta tidak pernah membikin ulah,” jelas dia.

Surat Pernyataan Warga

Warga juga sudah membikin surat pernyataan dilengkapi tanda tangan. Dalam surat pernyataan itu warga mengungkapkan peristiwa yang berujung pada pembunuhan itu. Dalam surat itu warga menuliskan seseorang berinisial S beserta kakaknya berinisial W mengeroyok atau memukuli Taupiq.

Advertisement

Taupiq hanya membela diri dengan tangan kosong karena dipukul menggunakan kayu yang ditangkis dengan tangan kanan tetapi masih mengenai kepala bagian kanan. Secara refleks, Taupiq memukul dengan tangan kiri. Taupiq memukul karena refleks bertujuan agar W tidak melakukan pemukulan lagi.

Setelah terjadinya pemukulan oleh Taupiq, W jatuh ke tanah dan masih dalam keadaan sadar dan sehat, tidak meninggal dunia. Taupiq kemudian pulang karena tidak mengira W meninggal dunia.

Warga yang mengetahui kejadian itu juga menyatakan kesiapan mereka menjadi saksi. Warga menilai tidak ada luka serius akibat pemukulan dan justru ada busa yang keluar dari mulut W dikarenakan dalam keadaan mabuk berat.

Supriyanto menjelaskan warga menilai Taupiq sebagai penolong warga karena berani melawan premanisme. Supriyanto dan sejumlah warga lain menjelaskan korban merupakan warga luar desa yang kerap membuat ulah di wilayah Jetis.

Advertisement

“Mereka berdua [W dan S] sering malak, termasuk kepada petani. Warga sudah pada tahu mereka sering bikin resek di sekitaran Jetis terutama di lahan pertanian,” jelas Supriyanto didukung warga lainnya.

Kepala Desa (Kades) Jetis, Mulyatno, menjelaskan aksi damai itu murni inisiatif warga. Pemerintah desa baru mengetahui aksi itu ketika diberi tahu warga sehingga mendatangi lokasi untuk memastikan tidak ada tindakan anarkistis.

“Tidak bisa mencampuri urusan hukum, kami serahkan kepada hukum. Hanya kalau dukungan moril silakan. Ini dari masyarakat, pemerintah desa sama sekali tidak menyuruh. Ini murni inisiatif warga dan paguyuban bebek,” kata Mulyatno.

Seperti diberitakan sebelumnya, seorang warga Desa Trunuh, Kecamatan Klaten Selatan berinisial W, 47, meninggal dunia setelah berkelahi dengan seorang warga Desa Jetis, Kecamatan Klaten Selatan, berinisial T, 35, di tepi jalan wilayah Desa Jetis, Selasa (19/3/2024) siang.

Advertisement

Kronologi Duel

Diduga, perkelahian itu bermula dari persoalan lokasi angon bebek di area persawahan. Pelaku berinisial T, mengaku sebelum-sebelumnya tak ada masalah antara dia dengan korban maupun adiknya.

Sebelum kejadian, T menjelaskan dia sedang angon bebek di area persawahan. Tiba-tiba, S yang merupakan adik korban datang ngomel-ngomel. T mengaku tak menanggapi omelan tersebut. Tiba-tiba S memukul. T kemudian balik memukul.

“Dia jatuh kemudian aku pukul lagi. Terus dia pulang ke rumah manggil kakaknya [berinisial W]. Datang tiba-tiba, ambil potongan kayu, mukul saya, saya tangkis. Kena kepala saya belakang sedikit. Kemudian aku refleks saja tonjok pakai tangan kiri, kemudian jatuh, mau berdiri aku tonjok lagi, mau berdiri tonjok lagi sampai tiga kali,” kata T saat digelar pers rilis di Polres Klaten, Rabu (27/3/2024).

Wakapolres Klaten, Kompol Tri Wakhyuni, mengatakan tersangka dijerat Pasal 351 ayat (3) KUHP. “Modus operandi yang dilakukan pelaku yakni memukul menggunakan tangan kosong,” kata Wakapolres Klaten.

Tim Satreskrim Polres Klaten terus mendalami kasus penganiayaan itu. Polisi juga meminta keterangan ahli hukum untuk mendalami ada atau tidaknya unsur membela diri.

“Untuk pemberkasan bebek, kami melakukan pemeriksaan ahli pidana. Belum pelimpahan berkas ke Kejaksaan,” kata Kasatreskrim Polres Klaten, AKP Yulianus Dica Ariseno Adi, Jumat (26/4/2024).

Advertisement

Kanit III Satreskrim Polres Klaten, Iptu Hidayat Seno Harjanto, menjelaskan permintaan keterangan dari ahli hukum pidana untuk mendalami unsur membela diri seperti dalam Pasal 49 ayat (2) KUHP.

“Kami masih mendalami di unsur Pasal 49 ayat (2). Karena kalau melihat dari fakta yang tersajikan waktu rekonstruksi, ternyata berbeda dengan yang diviralkan. Untuk yang diviralkan itu ada kata-kata dikeroyok. Sementara tidak terjadi pengeroyokan,” kata Seno.

Selain itu, Seno menjelaskan dari hasil rekonstruksi, polisi bersama jaksa melihat justru tersangka yang aktif memukul. “Sampai saat kondisi si korban sudah jatuh, [tersangka] masih aktif melakukan pemukulan,” jelas Seno.

Oleh karena itu, lanjut Seno, penyidik tidak bisa terlalu dini menyatakan tersangka melakukan daya paksa relatif seperti halnya yang dimaksud dalam Pasal 49 KUHP. “Oleh karena itu, kami meminta keterangan ahli dari UNS,” kata Seno.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif