Entertainment
Sabtu, 1 Maret 2014 - 05:15 WIB

FILM BARU : Tauhid dalam Hati Potret Toleransi Kampung Jawa

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Poster Tauhid dalam Hati (JIBI/Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Ketiadaan toleransi beragama acapkali menjadi sumber konflik di berbagai daerah. Situasi itu mendorong sineas muda Zen Al-Ansory menyajikan potret kecil toleransi beragama dari satu keluarga yang tinggal di perdesaan. Film berjudul Tauhid Dalam Hati ini ditayangkan secara perdana di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Kamis (28/2/2014) malam.

Cerita bermula saat kehidupan keluarga kecil yang tinggal di desa yang memegang adat dan budaya Jawa terusik dengan kehadiran siaran radio dakwah. Sang kepala keluarga, Joko, menjalankan kepercayaan kejawen. Sementara istri dan kedua putrinya, Unna dan Ruqoyah, taat menjalankan ajaran agama Islam.

Advertisement

Suatu saat, lelaki yang berprofesi sebagai tukang kayu ini tampak kesal saat istrinya yang ia panggil tak kunjung menjawab panggilannya. Joko kemudian menyambangi istrinya yang sedang mencuci piring di belakang rumah sambil mendengarkan radio dakwah Majelis Tafsir Alquran (MTA) yang ia setel cukup kencang.

“Bu, dari tadi dipanggil kok tidak menyahut. Ini ari-ari [placenta] Ruqoyah kenapa enggap pernah dirawat? Ari-ari ini kan saudara keempat Ruqoyah. Oh iya, besok kan Jumat Pahing, besok kamu buatkan sesaji,” ujar Joko ketus kepada sang istri.

Advertisement

“Bu, dari tadi dipanggil kok tidak menyahut. Ini ari-ari [placenta] Ruqoyah kenapa enggap pernah dirawat? Ari-ari ini kan saudara keempat Ruqoyah. Oh iya, besok kan Jumat Pahing, besok kamu buatkan sesaji,” ujar Joko ketus kepada sang istri.

Enggan berlama-lama marah, Joko kemudian berlalu ke depan rumah dan mencari kesenangan dengan memandikan burung perkutut peliharaannya. “Sudahlah Pak, burung terus yang diurusi. La wong burung saja enggak ada yang merawat ari-ari-nya, masih hidup. Memangnya kalau punya manusia terinjak, ikut mati juga?” kata Bu Joko tak kalah ketus.

Riak kecil di rumah tangga tersebut terus bergulir hingga suatu ketika Bu Joko mengurungkan niatannya berangkat tahlilan ke rumah tetangganya. Menurut sang ustaz melalui siaran radionya, tahlilan tidak ada tuntunannya dalam Al Quran. “Bapak bingung dengan kamu sama yang lain yang percaya sama radio. Apa bapak harus siaran lewat radio juga biar kamu percaya. Bapak takut kalian pada tersesat,” ujar Joko menanggapi perilaku istrinya.

Advertisement

Hingga suatu ketika, sang kepala keluarga tak tahan dengan perang kecil dalam rumah tangganya. Dalam diam, Joko pulang dan langsung membanting radio yang sedang didengarkan istri dan anak-anaknya di dapur. Rumah pun senyap tanpa perbincangan dan siaran radio dakwah yang telah menjadi bagian dari keseharian mereka.

Joko akhirnya mengayuh sepedanya ke kota untuk menyambangi ustaz pimpinan MTA. Di sana ia mendapatkan pencerahan mengenai toleransi beragama yang sudah ratusan tahun menjadi bagian dari keseharian masyarakat. Joko pun pulang membawa radio baru disambut keluarganya.

Film berdurasi 51 menit ini sengaja dibuat dengan akhir yang menggantung. Film yang dibuat sebagai bagian dari tugas akhir sarjana bernama asli Muhammad Zaenal Al Anshori ini bakal dibuat sekuelnya.

Advertisement

“Ini bermula dari kegelisahan saya karena banyaknya kasus intoleransi beragama di sini. Film ini jadi koloni pertama buat saya. Ke depan dari kisah kecil keluarga, konflik akan dikembangkan ke masyarakat,” ujar Zen selepas pemutaran perdana.

Zen mengungkapkan filmnya akan diputar di beberapa daerah di Indonesia dan ambil bagian dalam beberapa festival film. “Rencananya ke beberapa kota. Saya juga kerja sama dengan MTA, kemungkinan akan diputar di beberapa cabangnya. Selain itu, saya ingin ikutkan film ini di FFI [Festival Film Indonesia] dan festival lain di luar negeri,” ujarnya.

Salah seorang penonton, Siti Nuraini, 21, mengatakan film bertema pluralisme ini meninggalkan kesan yang kuat bagi penontonnya. “Konflik semacam ini menggambarkan realitas di beberapa daerah kita. Film sederhana ini memberikan dampak besar bagi penontonnya,” ujar mahasiswi UNS Solo tersebut.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif