News
Kamis, 27 Februari 2014 - 22:24 WIB

Bupati Boyolali Wacanakan Kendaraan Dinas Pejabat Daerah Berpelat Hitam

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi mobil dinas (Dok/JIBI/Harian Jogja)

Solopos.com, BOYOLALI — Pimpinan DPRD Boyolali meminta Panitia Khusus (Pansus) Raperda Penyediaan Pinjaman Kendaraan Dinas Operasional Pejabat Daerah berhati-hati mencermati pasal per pasal dalam raperda tersebut.

Pansus juga diminta hati-hati saat mengambil keputusan terkait konten raperda tersebut. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPRD Boyolali, Turisti Hindriya, menanggapi wacana Bupati Boyolali yang akan merubah pelat nomor kendaraan pejabat daerah dari merah menjadi hitam. Rencana ini terkait rencana pembahasan Raperda Penyediaan Pinjaman Kendaraan Dinas Operasional Pejabat Daerah.

Advertisement

Dalam sebuah forum yang diselenggarakan di Pendapa Kantor Bupati di Kemiri pekan lalu, Bupati Seno Samodro, menyebutkan bahwa UU memperbolehkan kendaraan dinas bisa pelat merah dan boleh juga pelat hitam. Untuk kendaraan dinas pelat merah, kata Bupati saat itu, Pemkab bisa mengeluarkan biaya operasional untuk sekitar 300-an kendaraan dinas sebanyak Rp40 miliar per tahun.

“Misalnya setahun saya menghabiskan Rp40 miliar untuk 300 mobil dinas. Kalau sekarang saya ubah menjadi pelat hitam, biaya operasionalnya mungkin hanya jadi Rp20 miliar atau ada efisiensi Rp20 miliar.”

Untuk praktiknya, Bupati menggambarkan jika seorang kepala dinas mendapat satu mobil pelat merah, maka setiap tiga bulan harus ganti oli. Atau setahun harus ganti oli empat kali. “Tapi itu sebenarnya yang ganti hanya kuitansinya saja. Makanya mau saya ganti pelat hitam. Itu oli mau ndak diganti 20 tahun terserah.”

Advertisement

Anggota Pansus Ranperda Penyediaan Pinjaman Kendaraan Dinas Operasional Pejabat Daerah, Sarbini, menjelaskan pernyataan Bupati itu berkaitan dengan ranperda yang saat ini baru masuk tahap pertanggungjawaban naskah akademik. Menurutnya, arah ranperda tersebut adalah menghitamkan seluruh pelat kendaraan dinas operasional pejabat daerah khususnya pejabat struktural.

Dalam raperda tersebut, pejabat akan difasilitasi pinjaman untuk membeli mobil yang nantinya akan digunakan untuk operasional kegiatan kedinasan. “Status kendaraan itu adalah milik pribadi pejabat tetapi pejabat yang bersangkutan harus bertanggung jawab dengan kendaraan yang dimiliki untuk kegiatan-kegiatan dinas,” kata Sarbini.

Diakui Sarbini, ada niat baik dalam ranperda tersebut. Tetapi, Sarbini juga mengaku bahwa dalam pembahasannya nanti perlu ekstra kehati-hatian. “Ini raperda kreatif tapi memang harus hati-hati betul.”

Advertisement

Ada beberapa kesulitan yang kemungkinan nanti akan ditemui dalam perjalanan pembahasan ranperda tersebut. Salah satunya, formula pembiayaan yang sejalan dengan ketentuan dan tidak melanggar aturan. Karena, pejabat yang akan difasilitasi pinjaman untuk membeli kendaraan, kalau bisa bunga yang dibebankan adalah 0%. “Formulasi hukumnya yang susah.”

Secara teori penganggaran ke depan, sistem semacam ini memang akan jauh lebih efisien. Tetapi, juga berkaitan dengan masalah moralitas dan etika dan harus ada kontrol yang mengikat terhadap pejabat yang mengajukan pinjaman tersebut. Jika nantinya ranperda ini kelar, maka secara bertahap kendaraan dinas yang selama ini dipakai pejabat struktural sedikit demi sedikit dilakukan penghapusan aset.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif