Soloraya
Selasa, 25 Februari 2014 - 21:51 WIB

NASIB TENAGA HONORER : Tenaga Honorer K2 Demo Minta Mafia PNS Diusut

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Honorer K2 Sragen berorasi di halaman Setda Pemkab Sragen, Selasa (25/2/2014). (Ika Yuniati/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SRAGEN — Puluhan orang tenaga honorer kategori II (K2) di lingkungan Pemkab Sragen menggelar aksi unjuk rasa di halaman Setda Pemkab Sragen, Selasa (25/2/2014). Mereka menuduh ada mafia dalam seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS) dari kalangan tenaga honorer K2.

Berdasarkan pantauan Solopos.com, massa yang membawa sejumlah spanduk bertuliskan ungkapan kekecewaan mereka terhadap hasil seleksi CPNS K2 itu tiba dan berorasi di depan Setda Pemkab Sragen sekitar pukul 10.00 WIB hingga siang. Sekitar 10 demonstran masuk ke Aula Sukowati untuk beraudiensi dengan Setda Sragen Tatag Prabawanto dan perwakilan dari BKD.

Advertisement

Massa demonstran datang menyampaikan 4 tuntutan, yaitu mengkaji ulang data honorer K2, membatalkan seleksi CPNS K2 tahun ini karena diindikasikan banyak penyimpangan. Pemkab juga diminta bertanggung jawab mengenai nasib K2 yang tidak lolos CPNS K2 tahun ini dan menetapkan semua K2 yang tidak lolos seleksi sebagai PNS tanpa seleksi.

Selain melakukan orasi, mereka juga membeberkan sejumlah bukti kecurangan verifikasi K2 bahwa sejumlah peserta seleksi CPNS K2 yang lolos tahun ini sebenarnya tidak masuk kualifikasi karena waktu pengabdian mereka setelah tahun 2005.

Seperti yang disampaikan salah seorang tenaga honorer K2 yang mengajar di sekolah dasar, Mariyatun. Ia menguraikan bahwa salah seorang rekan seprofesi yang juga mengajar di sekolahnya lolos seleksi CPNS K2 tahun ini. Padahal, yang bersangkutan baru mengajar tahun 2007. Namun, kala itu pihak kepala sekolah membuatkan SK baru bertuliskan tahun 2004.

Advertisement

Salah seorang pegawai tata usaha di SMP Gondang yang mengabdi lama, Sunarsih, saat diwawancarai wartawan juga mengaku kecewa karena tidak ada kejelasan. Padahal, pada tahun 2009, ia bahkan telah membayar uang Rp500.000 ke BKD Sragen. Upeti itu dibayarkan sesuai instruksi Pemkab Sragen untuk mendapatkan SK Bupati yang kala itu masih menjabat.

Tak hanya Sunarsih, salah seorang penjaga sekolah di Masaran yang enggan disebutkan namanya juga pernah membayar uang dengan besaran yang sama untuk mendapatkan SK Bupati kala itu. Sementara, dengan adanya SK tersebut ia menganggap bahwa mereka yang mengabdi lama bakal diprioritaskan. Namun, hasilnya nihil, hingga kini nasib mereka digantungkan. “Harapannya kalau orang-orang yang tidak benar dan tidak punya data konkret segera diturunkan. Kasihan yang honorer K2 asli,” harapnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif