Soloraya
Senin, 24 Februari 2014 - 23:15 WIB

KONFLIK KERATON SOLO : Ketua DPRD Tuding SBY Bikin Konflik Keraton Berkepanjangan

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Y.F. Sukasno (Ardiansyah Indra Kumala/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Ketua DPRD Solo Y.F. Sukasno menuding upaya Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) menduga konflik di lingkungan Keraton Solo dengan pendekatan kekuasaan bakal berdampak pada konflik yang berkepanjangan. Sebelumnya, Sukasno sejatinya juga membuktikan ketidakmampuan wakil rakyat Solo menyelesaikan konflik berkepanjangan di lingkungan Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu.

Ramalan tokoh PDI Perjuangan Kota Solo terhadap hasil ikhtiar Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dalam menyelesaikan konflik Keratos Solo itu dikemukakan di hadapan wartawan yang menemuinya di ruang kerja Ketua DPRD Kota Solo, Senin (24/2/2014).

Advertisement

Dalam kesempatan itu, Sukasno menyebut pertemuan Presiden SBY dengan Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat Paku Buwono (PB) XIII yang didampingi Maha Menteri Panembahan Agung Tejdowulan di Gedung Agung Jogja, Minggu (23/2/2014), tidak bakal bisa merampungkan konflik di lingkungan Keraton Solo. Pendekatan kekuasaan semacam yang diterapkan SBY itu menurut Sukasno justru akan menyebabkan konflik di lingkungan Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu berkepanjangan.

“Saya pesimistis. Pertemuan SBY dengan PB XIII dan Tejdowulan itu tidak akan merampungkan masalah konflik keraton. Kalau pendekatannya dengan kekuasaan justru akan ada yang disakiti. Bila demikian, sembuhnya membutuhkan waktu yang cukup lama,” tegas Sukasno.

Menurut Sukasno, akar persoalan konflik keraton itu sangat kompleks dan rumit. Tetapi, Sukasno menegaskan bukan berarti konflik itu tidak bisa diselesaikan. Dia berpendapat konflik keraton akan bisa diselesaikan dengan catatan harus mengetahui akar permasalahannya. Sukarno menyampaikan dua hal yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan konflik keraton itu, yakni penyelesaiannya membutuhkan waktu dan kesabaran.

Advertisement

“Selanjutnya, harus ada figur yang bisa diterima dan dipercaya oleh kedua belah pihak. Pada konflik tahap I, persoalannya hanya Sinuhun Hangabehi dan Tedjowulan. Secara pribadi konflik mereka sudah selesai. Tapi masing-masing kan punya pengikut. Konflik sekarang ini kan ada rayi-rayi dalem yang dereng [belum] setuju bila Sinuhun Hangabehi jadi raja. Coba dilihat saja babaring lelakon berikutnya,” tandas Sukasno.

Sukasno menerangkan babaring lelakon itu merupakan akhir dari semua kisah keraton itu. “Saat saya dipercaya menjadi komunikator, saya masuk keraton dalam kondisi hening. Hanya suara gender yang terdengar. Saya bicara dengan para rayi dalem di gelap malam itu untuk disampaikan kepada muspida. Mungkin penyelesaian konflik keraton, ya, seperti ungeling gending keraton itu,” tuturnya.

Sikap serupa Sukasno juga ditunjukkan sejarawan muda Kota Solo, Heri Priyatmoko. Menurutnya, langkah Presiden SBY turut berikhtiar menyelsaikan konflik berkepanjangan di lingkungan Keratin Solo sekadar melakukan pelarian irasional pada akhir masa jabatannya.

Advertisement

“Kalau mau rasional, sebenarnya banyak masalah lain di Indonesia seperti korupsi, terorisme, dan kemiskinan yang lebih penting diselesaikan. Namun kenapa SBY mau menyempatkan diri pada problem ’remeh temeh’ keraton?,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Senin.

Dicatat Solopos.com sebelumnya, Kota Solo melalui Wali Kota F.X. Hadi Rudyatmo sempat mengadukan berlarut-larutnya konflik Keraton Solo kepada pemerintah pusat. Hal itu disampaikan Wali Kota Rudy—sapaan akrab Hadi Rudyanto—kala ia melaporkan hasil mediasi konflik Keraton Solo pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), November 2013 silam.

Dalam kesempatan yang sama Rudy sempat pula meminta keterangan Kemendagri ihwal surat mediasi yang dituduh palsu oleh kubu Lembaga Dewan Adat Keraton Solo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif