Jogja
Rabu, 19 Februari 2014 - 08:50 WIB

Ibu-ibu Curhat pada GKR Hemas

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - GKR Hemas mencoba memainkan alat kesenian tradisional Gekok Lesung bersama ibu-ibu Gunungkidul, Selasa (18/2/2014). (JIBI/Harian Jogja/Ujang Hasanudin)

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Sosialisasi empat pilar kebangsaan oleh Wakil Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas di Bangsal Sewokoprojo, Wonosari, Selasa (18/2/2014), diwarnai keluh kesah dari ibu-ibu yang hadir dalam kesempatan itu.

Usai pemaparan empat pilar kebangsaan, GKR Hemas langsung diberondong keluhan warga. “Kok tidak ada yang menanyakan soal pilar kebangsaan, ya,” ucap Hemas dengan senyum mengembang.

Advertisement

Hemas menanggapi setiap keluhan warga tersebut karena bagi Ratu Kraton Ngayogyokarta Hadiningrat ini, keluhan warga adalah fakta yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat.

Keluhan pertama disampaikan oleh Riyanti. Ketua Kelompok Usaha Srikandi Guyub Mandiri, Dusun Gunung Krambil, Desa Sidorejo, Kecamatan Ponjong ini mengeluh sulit mendapat modal usaha untuk kelompok yang sudah dirintis sejak tiga tahun lalu bersama 17 warga lainnya.

Selain kesulitan modal, Riyanti mengeluh kesulitan memasarkan produk usaha kelompoknya. “Kami kebingungan mencari modal usaha dan pemasaran produk,” kata Riyanti. Bahkan beberapa warga harus meminjam modal kepada bank keliling.

Advertisement

“Perlu dikuatkan lagi koperasi,” jawab Hemas.

Kasus bank keliling, kata Hemas tidak hanya terjadi di wilayah Gunungkidul, namun juga terjadi di sejumlah daerah termasuk Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul. Perempuan harus banyak mengelola koperasi untuk menyelamatkan pedagang.

Keluhan juga diungkapkan salah satu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Karsini. Dia mengeluh banyak siswa berkebutuhan khusus (ABK) tidak tertampung di sekolahan karena sekolah inklusi yang sudah dibentuk di Gunungkidul belum didukung dengan fasilitas.

Advertisement

Selain itu sampai saat ini, kata Karsini, belum ada guru pendidik anak usia dini yang mampu mendidik ABK. “Sekolah inklusi sudah dibentuk tapi tidak ada fasilitas bagaimana?” kata Karsini.

“Anggaran pendidikan yang diamanatkan undang-undang sebesar 20 persen belum terpenuhi pemerintah. Ini memprihatinkan,” jawab Hemas. Hemas menambahkan, gaji guru PAUD sangat penting.

Keluhan ketiga disampaikan Ana, warga Kecamatan Semin. Dia mengungkapkan, belum banyak bantuan alat kesenian di wilayahnya padahal DIY berstatus istimewa. “Kami minta bantuan alat kesenian,” pinta dia.

Hemas pun berjanji akan mendesak pemerintah agar banyak memberikan perhatian pada kelompok-kelompok seni. “Kelompok seni budaya perlu dilestarikan karena itu merupakan jati diri bangsa Indonesia,” jawab Hemas.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif