Soloraya
Senin, 27 Januari 2014 - 04:31 WIB

RUWATAN MASSAL SOLO : Tradisi Ruwatan Tanggulangi Bencana

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga mengikuti siraman Ruwatan Sukerta di lapangan Jaya Wijaya, Mojosongo, Solo, Minggu (26/1/2014). Menurut kepercayaan masyarakat Jawa acara tersebut selenggarakan supaya orang yang diruwat hidup selamat dan bahagia, terlepas dari nasib yang tidak baik. (Ardhiansyah IK/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Sebanyak 50 orang mengikuti ruwatan massal di Mojosongo Solo, Minggu (26/1/2014).

Sekitar lima puluh orang berkumpul di tengah lapangan Jaya Wijaya, Kelurahan Mojosongo, Jebres. Mereka duduk di atas panggung setinggi setengah meter. Usai doa dilantunkan oleh seorang wanita, mereka turun dari panggung menuju bilik-bilik yang bersekat anyaman bambu.

Advertisement

Satu orang mengisi satu bilik secara bergantian. Jajaran Muspikan Kecamatan Jebres, Dinas Pariwisata, dan staf ahli budaya menyiramkan air ke orang di dalam bilik. Prosesi siraman tersebut merupakan bagian dari ruwatan di Kelurahan Mojosongo.

Salah satu peserta yang usai diruwat, Ramanuggal, mengaku pertama kali mengikuti acara ruwatan. Ia mengikuti ruwatan karena menginginkan berkah Tuhan. “Berharap bisa sukses,” terangnya. Menurutnya, ruwatan pun merupakan bagian dari menghargai budaya, walaupun ia berasal dari luar Jawa. “Saya dari Timor, istri saya orang sini,” ungkap Rama yang tinggal di Mojosongo semenjak lima tahun silam.

Rama mengatakan mengikuti ruwatan tanpa direncanakan sebelumnya. “Sebenarnya tamu undangan, tapi karena ingin dan penasaran jadi langsung ikut. Mumpung ada kesempatan,” ujarnya. Ia ditemani oleh istri dan seorang anaknya menghadiri acara ruwatan.

Advertisement

Selain Rama, Prasetyo pun pertama kali mengikuti ruwatan. Prastyo mengaku pertama kali mencoba ruwatan, walaupun sudah 25 tahun tinggal di Mojosongo. Ia menginginkan kemuliaan dengan mengikuti prosesi ruwatan tahun ini. “Tahunya tahun ini. Pengen tahu caranya juga,” paparnya.

Ketua Panitia, Muchlis Jamhuri, mengatakan ruwatan diadakan untuk menjaga tradisi. Selain itu, ia menerangkan pun untuk mengahalau bencana. “Artinya menghilangkan bagian diri. Seperti memotong rambut dan kuku kemudian dihanyutkan ke Bengawan Solo. Makanya Bengawan Solo enggak pernah gaok-gaok,” jelasnya.

Ia mengaku kekuatan doa juga bisa menghalau bencana. “Tidak hanya menggunakan modifikasi cuaca. Tapi kami-kami yang di sini juga bukan dukun,” paparnya ketika dijumpai Espos, Minggu (26/1). Dijelaskannya, ruwatan diadakan secara rutin setahun sekali. Menurut Muchlis, tahun ini merupakan keempat kalinya mengadakan ruwatan di Kelurahan Mojosongo. “Setiap tahun peserta semakin bertambah,” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif