Soloraya
Selasa, 24 Desember 2013 - 15:24 WIB

MIMBAR KAMPUS : Catatan Seorang Pendaki Gunung

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Abdur Rohman rohma2n@yahoo.com Mahasiswa Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Abdur Rohman
rohma2n@yahoo.com
Mahasiswa Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret

Soe Hok Gie, mengenalmu mengandung pelbagai risiko. Aku merasa iri dan malu karena bacaanmu begitu banyak. Aku merasa minder karena kamu rajin menulis sedangkan aku malas-malasan.

Advertisement

Dan aku juga merasa harus menziarahimu menjelang ulang tahunmu yang ke-71 di tempat yang sangat kamu sukai, lembah kasih Mandalawangi.

Aku ingat betul puisimu Mandalawangi-Pangrango: hidup adalah soal keberanian, / menghadapi jang tanda tanja / tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar / terimalah, dan hadapilah // dan antara ransel-ransel kosong / dan api unggun jang membara / aku terima itu semua / melapaui batas2 djurangmu / aku tjinta padamu Pangrango / karena aku tjinta pada keberanian hidup.

Soe, karena puisimu itulah pada 13-15 Desember lalu, aku dan enam orang mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) mendaki Gunung Pangrango. Tujuanku hanya sederhana, Soe. Aku hanya ingin bercakap-cakap denganmu di Mandalawangi, menikmati puisi-puisimu, dan melepaskan kesumpekan menjadi seorang mahasiswa.

Advertisement

Soe, mahasiswa saat ini terasa begitu aneh. Kamu dulu pernah mengeluh perihal kebebasan mimbar yang dikekang di universitas. Saat itu betapa sangat mengerikannya bagimu ketika Soekarno melarang mahasiswa membaca buku-buku Dr. Soemitro, Mochtar Lubis, Idrus, dan kemudian mengintimidasi agar buku-buku H.B. Jassin, Bur Rasuanto, dan sastrawan lainnya yang terafiliasi dengan Manifes Kebudayaan dilarang dipakai.

Terlebih ketika buku-buku seperti Tata Bahasa karya Sutan Takdir Alisjahbana, Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis, Cerita Dari Blora karya Pramoedya Ananta Toer juga dilarang. Engkau saat itu sangat risau dan sedih.

Sampai akhirnya engkau memimpikan bahwa di masa depan universitas-universitas akan mendapatkan kebebasan mimbar akademisnya kembali. Dan mahasiswa-mahasiswa merasa bahwa kebebasan mimbar adalah sesuatu yang fundamental bagi hidup mereka di kampus.

Soe, aku katakan padamu, cita-citamu tentang kebebasan mimbar itu saat ini telah terwujud. Di universitas, mahasiswa boleh dan bebas membaca semua buku yang mereka kehendaki.

Advertisement

Mahasiswa bebas mencari sumber-sumber dari mana pun, bebas untuk meneliti dan mengkritik sumber-sumber tadi, diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat-pendapat mereka walaupun bertentangan dengan pihak penguasa, dan tentu kebebasan itu disertai tanggung jawab secara dewasa.

Bukankah ini kabar gembira untukmu, Soe? Namun, aku juga perlu mengatakan kepadamu tentang sesuatu yang menyedihkan. Soe, jika dulu kamu memimpikan kebebasan mimbar terwujud agar mahasiswa bisa membaca pelbagai hal, dan ketika sekarang cita-citamu itu telah tercapai, kebebasan mimbar terwujud, justru mahasiswa sekarang ini bertingkah aneh.

Mahasiswa saat ini enggan membaca buku, miskin buku, enggan berpikir kritis, juga sungkan menyatakan pendapat mereka. Aku juga tak mengerti kenapa itu bisa terjadi, Soe. Padahal menurutmu membaca dan merayakan buku bagi mahasiswa adalah keniscayaan.

Betapa pentingnya buku bagi dirimu, Soe. Sampai dulu kamu pernah membuat slogan ”Buku, Pesta, dan Cinta”. Kini buku ditinggalkan secara perlahan, Soe. Sloganmu itu saat ini tinggal “Pesta dan Cinta”. Aku mengerti dan memahami dirimu, Soe. Jika kamu melihat kenyataan ini pasti hatimu akan sedih.

Advertisement

 

Pembinaan Bangsa

Oh iya, Soe, kamu dulu juga pernah bercerita bahwa perguruan tinggi di masa silam menjadi ruang pembinaan bangsa. Dulu pengertian Indonesia belum lahir. Yang ada hanya kesatuan administratif daerah-daerah jajahan Belanda di Asia Timur yang bernama Hindia Belanda.

Kamu paham betul dan kamu katakan bahwa ”Indonesia” lahir di ruang-ruang kuliah dan kelas-kelas di beberapa kota. Yance dari Ambon bertemu dengan Kromo dari Kebumen, dan bersahabat karib dengan Winata dari Sumedang. Mereka masih berpendapat bahwa mereka mempunyai ikatan dengan sukunya.

Advertisement

Persamaan nasib, persamaan dasar-dasar kebudayaan, dan (yang terpenting) persamaan cita-cita di hari depan, akhirnya melunturkan sampai batas-batas tertentu rasa kesukuan, dan perlahan-lahan (sampai batas tertentu pula) melahirkan rasa ke-Indonesia-an.

Seperti gambaranmu mengenai perguruan tinggi itu, ternyata mendaki gunung juga bisa dijadikan sarana pembinaan bangsa, Soe. Rasa ke-Indonesia-an bisa muncul saat mendaki. Bayangkan saja, saat pendakian beberapa hari lalu, kami berjumlah tujuh orang.

Aku sendiri berasal dari suku Jawa. Kemudian ada seorang teman berasal dari Sulawesi, seorang teman berasal dari Banten, dan beberapa teman dari suku Sunda. Saat mendaki, tak sedikit pun rasa kesukuan muncul, Soe. Yang muncul hanyalah rasa ke-Indonesia-an.

Bahwa kami mencintai alam Indonesia. Kami memiliki tujuan yang sama (mendaki gunung), dan akhirnya persamaan-persamaan itulah yang menekan rasa kesukuaan dan menumbuhkan rasa ke-Indonesia-an. Gunung bisa menjadi sarana menumbuhkan rasa ke-Indonesia-an. Pantas saja jika kamu suka mendaki gunung, Soe!

Cintamu pada tanah air Indonesia yang kamu pupuk dari mendaki gunung sungguh mengagumkan, Soe. Aku semakin meyakini kebenaran perkataanmu,”Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang dapat mencintai sesuatu secara sehat, kalau ia mengenal akan objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

Pada hari ini, meski terlambat sepekan dari hari lahirmu, 17 Desember 1942, kuucapkan,”Selamat ulang tahun ke-71, Soe Hok Gie!”

Advertisement

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif