News
Selasa, 24 Desember 2013 - 04:32 WIB

Gula Impor Bikin Petani Tebu Bangkrut Massal

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi gula rafinasi (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, JAKARTA – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia mengaku mengalami kebangkrutan massal pada tahun ini akibat besarnya rembesan gula impor di pasar. Gula impor itu beredar di pasar dalam bentuk gula rafinasi dan gula putih kristal.

Ketua Umum DPP APTRI Arum Sabil mengatakan banyaknya pasokan gula di pasar tersebut membuat harga lelang petani berada di bawah Rp8.500/kg, padahal biaya produksi yang dikeluarkan petani untuk setiap kilogram gula rata-rata sudah di atas Rp9.000. “Keterpurukan harga karena persoalan supply deman yang tidak seimbang, serta rendahnya kadar gula pada tebu [rendeman] akibat anomali cuaca membuat  para petani tebu mengalami kebangkrutan missal tahun ini,” ucapnya kala dihubungi Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI) di Jakarta, Senin (23/12/2013).

Advertisement

Sabil menerangkan berdasarkan data PT Scofindo, kebutuhan konsumsi gula industri di Indonesia pada tahun ini mencapai 2,1 juta ton. Nyatanya, dibebaskannya izin impor gula yang diberikan pemerintah kepada para importir menyebabkan gula rafinasi yang beredar di pasaran mencapai hampir 4 juta ton. Sementara itu, kebutuhan konsumsi gula rumah tangga mencapai 2,2 juta ton.

Jumlah tersebut, menurut dia, sebetulnya sudah dapat dipenuhi oleh produksi gula nasional yang menghasilkan 2,5 juta ton. Sayangnya, pemerintah justru membiarkan adanya pabrik gula kristal putih baru yang bahan bakunya berasal dari impor. “Jumlah gula rafinasi yang kelebihan itu akhirnya merembes dan membanjiri pasar di tingkat konsumsi. Padahal, seharusnya itu tidak sesuai dengan peredarannya. Di sini terjadi kekacauan supply and demand yang tidak seimbang,” tuturnya.

Bahkan, imbuhnya,. tidak sedikit pula tebu yang dihasilkan petani menumpuk. Seperti yang terjadi di Jawa Timur yang menghasilkan sekitar 1,25 juta ton gula, yang terserap hanya 450.000 sehingga terjadi surplus 80.000 ton. “Gula di Jatim ini tidak bisa keluar karena seluruh pasar tradisional dan modern sudah dipenuhi peredaran gula rafinasi dan gula Kristal putih yang bahan bakunya berasal dari impor.”

Advertisement

Sayangnya, dia tidak melihat ada tindakan lebih lanjut yang dilakukan pemerintah untuk melindungi para petani tebu lokal sehingga tampak adanya pembiaran. “Harapan kami pemerintah tidak melakukan pembiaran. Penegakan hokum juga perlu dilakukan untuk melihat motif dibalik impor yang membabi buta. Di sini peran KPK kami harapkan untuk melindungi para petani lokal.”

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif