Jogja
Minggu, 15 Desember 2013 - 08:15 WIB

Pengembangan Teknologi Perlu Dukungan Politik

Redaksi Solopos.com  /  Wisnu Wardhana  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Harianjogja.com, JOGJA-Penguasaan teknologi mutlak diperlukan demi kedaulatan bangsa. Namun, teknologi tidak bisa berjalan sendirian. Perlu dukungan politik dari semua pihak.

Dekan Fakultas Teknik (FT) UGM, Prof. Panut Mulyono mengatakan, pengelolaan sumber daya di Indonesia tidak maksimal karena tenaga semua pihak selama ini tersedot pada urusan politik. “Untuk mampu mengejar ketertinggalan, semua harus lebih bijak. Perlu kerelaan kawan-kawan di bidang politik sehingga pengembangan teknologi agar ditingkatkan,” ungkap Panut di FT UGM, Jumat (13/12/2013).

Advertisement

Bangsa Indonesia, lanjut Panut, sebenarnya merupakan bangsa yang besar dan cerdas. “Tapi sistem yang sebenarnya belum cerdas. Pemerintah pun belum melaksanakan amanat UUD secara sungguh-sungguh terutama berkaitan dengan upaya mencerdaskan bangsa,” katanya.

Di internal sendiri pun kita seringkali konflik. Ia mencontohkan mengenai kebijakan peluncuran mobil murah, sementara di pihak lain sedang digencarkan transportasi massal. “Kebijakan mobil murah itu merupakan salah satu bukti bahwa bangsa ini belum berdaulat, terutama di bidang teknologi,” tutur Panut.

Untuk mengejar ketertinggalan teknologi dengan negara lain yang lebih maju, Indonesia jelas tidak akan mampu. “Karena itu kita harus melakukan seperti yang dilakukan Jepang, Korea jaman dulu dengan cara melakukan reverse technology, meniru hasil teknologi yang sebelumnya telah dikembangkan atau diproduksi negara lain yang lebih maju,” paparnya.

Advertisement

Dengan cara itu, Panut optimistis Indonesia akan mampu berdaulat dalam hal teknologi secara lebih cepat. “Saya kira sepuluh hingga lima belas tahun lagi merupakan waktu yang cukup jika kita mau melakukan reverse technology. Tentu ditopang dengan sistem yang cerdas juga,” tandasnya.

Kondisi serupa sebenarnya pernah dialami Indonesia pada waktu Habibie dipanggil pulang ke Indonesia. “Ketika itu muncul pertarungan antara madzhab teknologi dengan madzhab ekonomi. Akhirnya yang menang madzhab ekonomi sehingga Indonesia tak bisa mengulangi kejayaannya di bidang teknologi seperti tahun-tahun limapuluhan dengan kerja sama Poros Timur-nya,” ungkap Panut.

Ketua Panitia Kongres Nasional Kedaulatan Energi, Adhika Widyaparaga mengemukakan, pihaknya akan mengundang Menneg Perencanaan Pembangunan Nasional Prof. Armida Salsiah Alisjahbana dan Executive Director Iraq Energy Institute Dr Luay Jawad Al-Khatteeb. “Kongres itu sendiri dimaksudkan sebagai wahana diskusi dan bertukar pikiran berbagai unsur akademis, industri, pemerintah, dan masyarakat dalam rangka menemukan penyelesaian terbaik guna menjamin ketersediaan suplai energi di Indonesia,” tutur Adhika.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif