Jogja
Minggu, 15 Desember 2013 - 10:10 WIB

KEBIJAKAN ENERGI : Kewajiban Pemurnian Minerba Susah Dilakukan

Redaksi Solopos.com  /  Wisnu Wardhana  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi batubara (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Harianjogja.com, SLEMAN-Penerapan UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) masih menjadi polemik di kalangan pengusaha. Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah kewajiban pemurnian.

Ketua Ikatan Alumni Tambang (Ikata) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jogja Setyo Sardjono mengatakan, walaupun keberadaan UU Minerba bertujuan melindungi dan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia, ada sejumlah persoalan yang dihadapi para pengusaha tambang.

Advertisement

“Ada beberapa hal yang perlu disikapi terkait implementasi UU Minerba terhadap industri pertambangan. Salah satunya, wacana pemerintah untuk menaikkan royalti batu bara, kalau tidak disikapi hati-hati karena akan berdampak negatif bagi perusahaan tambang,” ujarnya di sela-sela diskusi interaktif  Meretas Krisis Usaha Pertambangan Ikata UPN Veteran, Jumat (13/12/2013).

Menurut alumni UPN Veteran angkatan 79 itu, kenaikan royalti batu bara (kalori rendah dari 3% menjadi 5%, menengah dari 5% menjadi 7%, bagus dari 8% menjadi 10%) yang diminta pemerintah, “memaksa” perusahaan tambang untuk memperbarui biaya produksinya. Bila ongkos produksi yang diperoleh tidak sebanding dengan keuntungan, perusahaan tambang banyak yang akan gulung tikar.

“Kewajiban perusahaan agar material mentah batu bara diolah di dalam negeri itu bagus karena akan menambah pendapatan negara. Cuma, kesiapan baik dari sumber daya manusia maupun teknologi masih belum maksimal. Ada beberapa perusahaan yang siap, tetapi banyak juga yang tidak,” kata Direktur Utama PT Agro City Kaltim itu.

Advertisement

Ironisnya, sambung dia, di saat ini kondisi harga minyak mentah melambung harga batu bara jutsru anjlok akibat krisis keuangan di Eropa. “Harga batu bara dengan kandungan kalori 3600 saat ini turun dari US$40 menjadi US$23. Padahal, pemerintah melarang ekspor bahan mentah mulai tahun depan. Kami kawatir, bila pengusaha harus melakukan kewajiban pemurnian berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karena biaya produksi yang ditanggung perusahaan sangat besar,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif