Soloraya
Kamis, 12 Desember 2013 - 12:08 WIB

GAGASAN : Solo dan Jaringan Kebudayaan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Halim H.D. halimhade@gmail.com Networker kebudayaan Pengelola Studio Plesungan

Halim H.D.
halimhade@gmail.com
Networker kebudayaan
Pengelola Studio Plesungan

Bukan bermaksud untuk bernostalgia jika saya memberikan gambaran singkat tentang sosok dan grup kesenian kelas dunia yang pernah mengunjungi Kota Solo dalam relasi sosial bersifat silaturahmi maupun peristiwa dan dalam bentuk workshop.

Advertisement

Yang saya tulis di sini berupa data yang bisa menjadi bahan renungan berkaitan dengan posisi Kota Solo, yang berslogan sebagai kota industri kreatif dan kota festival, namun sesungguhnya hanya menjadikan warga kota sebagai penonton, dan bukan partisipan.

Saya tak menolak ada sejenis keramaian yang hampir-hampir mendekati kegemuruhan. Tapi, coba lihatlah, adakah secara konseptual dalam perspektif peristiwa yang gemuruh itu menjadi bahan kajian yang akan dijadikan titik tolak penciptaan, titik tolak wujud kreativitas? Marilah kita tengok sekilas.

Tahukah Anda bahwa Peter Brook, sutradara legendaris itu, pernah datang mengunjungi Rahayu Supanggah, pada 30 tahun yang lampau? Grup Butoh Byakosha dari Jepang pernah pentas dua kali di Pendapa Sasanamulya, pada 1973 dan 1982. Dan sejak itu hilir mudik seniman dan grup teater dan musik saling berkunjung dan berkolaborasi.

Advertisement

Grup tari Alvin Alleys, salah satu grup fenomenal dari Amerika Serikat, datang ke Pendapa Sasanamulya. Robert Wilson pada 1990-an datang walau tak bertemu Sardono W. Kusumo, dan hanya sempat mencicipi masakan khas Solo.

Catatan Anda akan dipenuhi berbagai peristiwa melibatkan sejumlah seniman atau berbagai jenis profesi dari berbagai mancanegara berkaitan dengan jaringan Padepokan Lemah Putih. Di padepokan ini sosok Suprapto Suryodarmo menjadi simpul penting di dalam dunia ”tari” (baca: movement).

Kiprah Suprapto dan eksistensi padepokannya ini menjadi kajian dua disertasi doktor di Denmark dan Inggris dan beberapa jurnal kelas internasional. Di Solo, sosok ini tak pernah dikaji oleh institusi pendidikan tinggi kesenian. Sutradara dan grup teater legendaris mana di Indonesia yang belum mengunjungi Solo melalui ruang publik Pendapa Sasanamulya di zaman Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) ataupun Taman Budaya Surakarta (TBS)?

Arifin C. Noer, Basuki Rahmat, Riantiarno, Rahman Sabur, Putu Wijaya, Dindon, Boedi S. Otong, Grup Teater Dinasti, dan ratusan grup teater kaum muda dan ratusan sastrawan, penyair, novelis, cerpenis, pernah membacakan karya-karyanya di Solo.

Advertisement

Dalam dunia senirupa, sebagian besar perupa yang ditabalkan sebagai perupa kontemporer Indonesia pernah hadir dan menyajikan karya-karya mereka di Solo. Mereka adalah Tisna Sanjaya, Dadang Christanto, Heri Dono, Eddie Hara, Agoes Jolly, S. Teddy, F.X. Harsono, Yayak Kencrit, Moelyono, Bonyong Munnie Ardi, Narsen Afatara, dan Sutamaji. Itu hanya untuk menyebut beberapa nama.

Dan sebelum itu, beberapa dedengkot pemikir senirupa ulang-alik dalam sarasehan di Solo, seperti bapak senirupa modern Indonesia, Sudjojono, Sudarso Sp., Sanento Juliman, dan Srihadi Sudarsono. Melalui relasi sosial para komposer-musisi andal seperti Rahayu Supanggah dan I Wayan Sadra, Solo dikunjungi sosok-sosok legendaris dalam bidang pengolahan suara.

Mereka itu—kawan-kawan Rahayu Supanggah dan I Wayan Sadra–adalah Yuji Takahashi, Slamet Abdul Syukur, Dieter Mack, Sutanto, Yudane, dan itu hanya untuk menyebut beberapa sosok. Tak terhitung grup musik mengisi kehidupan kesenian di Solo.

Ada ungkapan, tak ada koreografer muda yang tak pernah tampil di Solo. Sebelum mereka beranjak ke dalam tahapan dunia internasional mereka berkarya di Solo. Itulah gambaran sekilas periode 1970-an hingga 1990-an. Tentu saja kita tak lupa dengan ikon Solo sebagai kota tradisi, walaupun kini dalam kondisi yang cukup memprihatinkan.

Advertisement

 

Sampah Kota

Jika kita membaca sekilas data yang saya kemukakan di atas, muncul pertanyaan kita, mengapa Solo bisa menjadi seperti magnet bagi kalangan kesenian? Saya pikir, satu hal, adanya sosok-sosok yang menjadi simpul jaringan kesenian.

Sosok seperti almarhum Sedyono ”Gendhon” Humardhani yang ikut meletakan basis pemikiran dan praktik kesenian tradisi dalam skala Nusantara dan dunia, dan ada sosok Murtidjono yang meletakan fondasi debirokratisasi TBS, dan membuka selebar-lebarnya pintu agar partisipasi seniman diwujudkan secara riil.

Advertisement

Mengambil contoh dua sosok ini–di antara puluhan sosok lainnya–sebagai bahan renungan adalah penting di antara realitas kesenian yang telah dijadikan barang dagangan dan komodifikasi. Bagi kedua sosok ini, kesenian haruslah dilandasi pemikiran, bukan sekadar pengisi acara belaka.

Ini penting. Tanpa dasar pemikiran, kesenian hanya bersifat seremonial yang kehilangan makna, dan yang paling ironis terciptanya degradasi nilai budaya, dan hanya menguntungkan segelintir elite birokrat yang berpatgulipat dengan event organizer (EO).

Sekali lagi kita perlu menegaskan bahwa keriuhan Solo dengan sejumlah acara kesenian dalam beberapa tahun terakhir ini tak dibekali oleh kandungan pemikiran. Meminjam ungkapan Afrizal Malna, penyair dan pengamat taeter, dan Garin nugroho, sutradara film, kesenian tanpa kepala! Hanya memikirkan angka-angka!

Dan, kembali kilasan data tentang lontaran pemikiran bisa kita dapat dari Solo. Isu dan tema kontemporer dalam dunia tari dan musik sejak era 1970-an hingga 1990-an bergema dari Solo. Demikian juga dengan sastra dan senirupa dalam kaitannya dengan tanggung jawab kepada dunia pendidikan dan masyarakat. Melalui pemikiran itulah berbagai peristiwa diciptakan. Ingat, bukan sekadar acara.

Dan kini kita bertanya-tanya, adakah lontaran pemikiran yang benar-benar menggugah jagat kebudayaan, kesenian, yang menjadi landasan penciptaan kebudayaan untuk masa depan? Atau hanya banner slogan tentang kota kreatif, kota festival, yang justru menjadi sampah kota?

 

Advertisement

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif