News
Rabu, 11 Desember 2013 - 02:52 WIB

Wakil Ketua MPR Ajak Berpolitik dengan Jantan

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Hajriyanto Y. Thohari (JIBI/Solopos/Antara/Puspa Perwitasari)

Solopos.com, MALANG — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y. Thohari mengajak orang-orang yang berkecimpung di bidang politik untuk berpolitik dengan jantan. Ia mengajak mereka tak takut menjadi orang partai politik.

“Jangan takut menjadi orang partai politik, namun kalau berpolitik itu yang jantan,” tegasnya ketika menjadi pembicara dalam Refleksi Akhir Tahun Bidang Politik dan Pemerintahan yang digelar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Aula BAU kampus setempat, Selasa (10/12/2013).

Advertisement

Menurut Hajriyanto, kalau mau berpolitik tidak perlu menggunakan banyak jubah, seperti jubah kiai, akademisi, lembaga nonpemerintah atau apa saja yang bisa dijadikan jubah. Padahal, ujung-ujungnya juga politik. Kondisi perpolitikan di Tanah Air, diakuinya butuh perbaikan, termasuk pelaksanaan demokrasi yang masih dalam masa transisi.

Jika sistem politik Indonesia saat ini sukses melahirkan pemimpin harapan rakyat, maka usailah masa transisi itu dan alam demokrasi menurut dia sudah benar-benar dimulai. Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak, maka bangsa ini harus menunggu lebih lama lagi untuk melewati masa transisi tersebut.

Salah satu hal yang bisa menjamin terwujudnya hal itu, menurut Hajriyanto adalah tampilnya para pemimpin bersih yang membersihkan. “Di tingkat elite, ada pemimpin yang bersih dan ada yang kotor, sayangnya kebanyakan pemimpin yang bersih adalah yang tidak berani membersihkan,” tandasnya.

Advertisement

Bahkan, lanjutnya, kini semakin banyak undang-undang antikorupsi semakin banyak pula koruptornya, dan kian lantang orang melawan korupsi kian kencang pula korupsinya. “Bahkan, yang bicara lantang justru ikut-ikutan korupsi,” tukasnya.

Senada dengan Hajriyanto, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Siti Zuhro mengatakan praktek demokrasi di Indonesia yang banyak mendapat sanjungan dari dunia internasional hanya sebagai kamuflase dengan salto-salto politik dan demokrasi.

“Sistem demokrasi dan parpol kita harus diperbaiki, bukan justru dirusak dengan perubahan-perubahan fundamental. Karena tak adanya sistem perpolitikan yang bagus itulah, akhirnya parpol bermunculan silih berganti dengan orang-orang dan pengurus yang sama karena ujung-ujungnya tetap saja desimal,” tandasnya.

Advertisement

Sementara itu, Sekretaris Program Studi Doktor (S3) FISIP UMM Wahyudi menyatakan bangsa Indonesia terlalu bangga dengan cap yang sangat bagus dari dunia internasional terkait pelaksanaan demokrasi yang telah dicapai. Padahal, kondisi demokrasi di negeri ini sesungguhnya masih rapuh.

“Sistem kaderisasi parpol di negeri kita ini masih macet, kalaupun ada itu hanya di tingkat elit ke elit, bukan dari masyarakat bawah. Sebenarnya banyak orang-orang baik dan bersih di negeri ini, tapi mereka tidak punya modal untuk berpolitik,” ujarnya.

Sedangkan Rektor UMM Dr Muhadjir Effendi dalam sambutannya mengatakan kegiatan refleksi akhir tahun tersebut sebagai evaluasi politik sekaligus menentukan langkah ke depan. “Tahun depan adalah tahun politik, tapi kita belum ada bayangan siapa yang bakal jadi pemimpin, sebab itulah pembacaan arah bangsa saat ini menjadi sangat penting untuk menentukan pemimpin lima tahun ke depan,” tandasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif