Soloraya
Jumat, 6 Desember 2013 - 04:45 WIB

KEKERINGAN SRAGEN : 20 Hari Tidak Hujan, 114 Ha Sawah Terancam Gagal Panen

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SRAGEN –- Meski baru memasuki masa tanam (MT) I, sekitar 114 hektare lahan pertanian yang ditanami padi di Desa Cangkol, Kecamatan Plupuh, Sragen, terancam gagal panen. Pasalnya, lahan tersebut hanya mengandalkan hujan guna irigasi atau sawah tadah hujan.

Sementara, selama 20 hari ini hujan yang dinantikan para petani tak kunjung turun. Berdasarkan pantauan Solopos.com, padi yang ditanam di tegalan wilayah Dukuh Blimbingan, Desa Cangkol, mulai layu dan mengering. Tanah pertanian di wilayah tersebut terlihat merekah dan kering.

Advertisement

Salah satu petani di Blimbing, Sugiyem, 55, menuturkan petani di wilayahnya nekat menanam padi lantaran hujan sempat turun di wilayah tersebut beberapa waktu lalu. “Saat hujan pertama itu petani mulai tanam padi. Tetapi, ini sudah ada dua pekan hujan tidak turun. Kalau dua sampai tiga hari lagi hujan tidak turun, ya tanaman mati. Kalau pun nanti panen, ya hanya panen-panenan saja,” ujarnya di Blimbing, Kamis (5/12/2013).

Sugiyem pun mengaku sudah merencanakan untuk mengganti jenis tanaman lain jika hujan tak kunjung turun. “Rencana nanti mau ditanam yang lain seperti kacang. Untuk benih padi ini yang saya tanam bantuan dari pemerintah. Cukup untuk satu lahan pertanian saya,” jelas dia.

Pamong Tani Desa Cangkol, Gunawan, menyampaikan di wilayahnya terdapat total 242 hektare lahan pertanian. Sebanyak 100 hektare lahan digunakan untuk areal persawahan yang ditanami padi. Lahan persawahan tersebut mengandalkan irigasi dari Sungai Pungsari yang mengalir di wilayah itu. Hanya saja, dari 100 hektare areal persawahan, terdapat 50 hektare sawah yang bisa dialiri air dari sungai tersebut. “Yang kena irigasi hanya separuh. Itu pun masih menggunakan diesel untuk mengambil air. Sisanya mengandalkan hujan,” katanya.

Advertisement

Sementara, 142 hektare lahan di wilayah tersebut merupakan tanah tegalan. Saat memasuki musim hujan, tanah tegalan biasa ditanami padi. “Sekitar 80% tanah tegalan sudah ditanami padi. Selama 20 hari tidak ada hujan, akhirnya sebagian lahan dikelantang,” ungkapnya.

Dia menuturkan padi yang ditanam di tanah tegalan 100% hanya mengandalkan hujan. Pasalnya, lahan-lahan tersebut berada di posisi lebih tinggi dari saluran irigasi yang diandalkan para petani di wilayah Cangkol. “Kalau dari masa awal tanam ini semestinya sudah berusia 40 hari. Karena dua pekan tidak ada hujan, ya tinggal menunggu keajaiban saja agar padi tetap tumbuh,” imbuh Bayan Desa Cangkol, Suyono bersama Kepala Desa Cangkol, Suwandi.

Meski kondisi tersebut bukan kali pertama terjadi, para petani di tanah tegalan serta pemerintah desa (pemdes) meminta ada solusi dari pemerintah. “Kami berharap ada bantuan pembangunan sumur bor di wilayah atas sehingga nasib para petani tidak seperti ini terus saat memasuki masa tanam,” jelas dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif