Lifestyle
Sabtu, 30 November 2013 - 17:15 WIB

WISATA KLATEN : Umbul Pluneng, Pemandian Kuno Penuh Ritual

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengunjung berenang di Umbul Pluneng, Desa Pluneng, Kebonharjo, Sabtu (30/11/2013). (JIBI/Solopos/Shoqib Angriawan)

Solopos.com, KLATEN — Klaten memang dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak mata air. Salah satu sumber air yang cukup favorit bagi masyarakat Klaten ada di Desa Pluneng, Kecamatan Kebonarum.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, kata “pluneng” berasal dari “nyemplung seneng”. Maksud dari kata tersebut adalah jika ada orang yang mandi di pemandian di desa tersebut, bisa merasa senang. Desa Pluneng memiliki dua sumber mata air yang menjadi objek wisata, yakni pemandian Tirto Mulyono dan Tirto Mulyani. Namun, yang paling banyak menjadi sasaran wisatawan ada di Tirto Mulyono.

Advertisement

Pemandian Tirto Mulyono memiliki tiga kolam yang memiliki kedalaman berbeda-beda. Ada satu kolam besar berukuran 40 m x 15 m dengan kedalaman 1,70 cm. Sedangkan dua kolam lainnya berukuran 10 m x 10 m dengan kedalaman sekitar 70 cm. Selain menjadi objek wisata air, di pemandian tersebut juga menjadi tempat yang disakralkan oleh warga. Setiap malam Jumat, pemandian tersebut sering menjadi tempat kungkum sejumlah masyarakat.

Salah satu tokoh masyarakat Desa Pluneng, Sriyono, 58, mengungkapkan pada tanggal dan hari tertentu pemandian tersebut sering digunakan masyarakat untuk menjalankan ritual tradisional. “Ritual itu seperti kungkum dan bertapa di dalam air waktu malam hari. Orang yang datang tidak hanya dari Klaten tapi banyak juga warga luar daerah,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (30/11/2013).

Bagi masyarakat setempat, tempat tersebut dipercaya sebagai sarana yang bisa membantu seseorang mewujudkan keinginannya. Salah satu ritual warga setempat yang masih berlangsung adalah kungkum di kolam saat seseorang hendak mencalonkan diri sebagai kepala desa. “Pak lurah [kepala desa] yang sekarang terpilih juga sempat kungkum saat nyalon dahulu,” katanya.

Advertisement

Setiap 1 Sura, sambung dia, banyak warga dari luar yang mengambil air. “Kepastian air itu digunakan untuk apa saya tidak tahu karena dibawa pulang,” paparnya.

Konon, dahulu kala di dalam pemandian Tirto Mulyono, terdapat sebuah pohon beringin yang berukuran sangat besar. Menurut kepercayaan warga setempat, di sekitar pohon tersebut sering ditemukan keris oleh warga yang bertapa dan kungkum di pemandian tersebut. Namun sejak pohon itu tumbang dimakan usia pada 1990-an, keris pusaka tidak pernah lagi ditemukan di lokasi tersebut.

Kendati identik dengan ritual dan upacara tradisional, pemandian tersebut tidak pernah sepi dari pengunjung yang hanya ingin berenang. Selain itu, air pemandian tersebut juga dimanfaatkan warga setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan mengairi ribuan hektare sawah.

Advertisement

Solopos.com, KLATEN — memang dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak sumber mata air. Salah satu sumber air yang cukup favorit bagi masyarakat Klaten ada di Desa Pluneng, Kecamatan Kebonarum.

                                                                                                                                

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, kata “pluneng” berasal dari “nyemplung seneng”. Maksud dari kata tersebut adalah jika ada orang yang mandi di pemandian di desa tersebut, bisa merasa senang. Desa Pluneng memiliki dua sumber mata air yang menjadi objek wisata, yakni pemandian Tirto Mulyono dan Tirto Mulyani. Namun, yang paling banyak menjadi sasaran wisatawan ada di Tirto Mulyono.

 

Advertisement

Pemandian Tirto Mulyono memiliki tiga kolam yang memiliki kedalaman berbeda-beda. Ada satu kolam besar berukuran 40 m x 15 m dengan kedalaman 1,70 cm. Sedangkan dua kolam lainnya berukuran 10 m x 10 m dengan kedalaman sekitar 70 cm. Selain menjadi objek wisata air, di pemandian tersebut juga menjadi tempat yang disakralkan oleh warga. Setiap malam Jumat, pemandian tersebut sering menjadi tempat kungkum sejumlah masyarakat.

 

Salah satu tokoh masyarakat Desa Pluneng, Sriyono, 58, mengungkapkan pada tanggal dan hari tertentu pemandian tersebut sering digunakan masyarakat untuk menjalankan ritual tradisional. “Ritual itu seperti kungkum dan bertapa di dalam air waktu malam hari. Orang yang datang tidak hanya dari Klaten tapi banyak juga warga luar daerah,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (30/11/2013).

 

Advertisement

Bagi masyarakat setempat, tempat tersebut dipercaya sebagai sarana yang bisa membantu seseorang mewujudkan keinginannya. Salah satu ritual warga setempat yang masih berlangsung adalah kungkum di kolam saat seseorang hendak mencalonkan diri sebagai kepala desa. “Pak lurah [kepala desa] yang sekarang terpilih juga sempat kungkum saat nyalon dahulu,” katanya.

 

Setiap 1 Suro, sambung dia, banyak warga dari luar yang mengambil air. “Kepastian air itu digunakan untuk apa saya tidak tahu karena dibawa pulang,” paparnya.

 

Konon, dahulu kala di dalam pemandian Tirto Mulyono, terdapat sebuah pohon beringin yang berukuran sangat besar. Menurut kepercayaan warga setempat, di sekitar pohon tersebut sering ditemukan keris oleh warga yang bertapa dan kungkum di pemandian tersebut. Namun sejak pohon itu tumbang dimakan usia pada 1990-an, keris pusaka tidak pernah lagi ditemukan di lokasi tersebut.

 

Advertisement

Kendati identik dengan ritual dan upacara tradisional, pemandian tersebut tidak pernah sepi dari pengunjung yang hanya ingin berenang. Selain itu, air pemandian tersebut juga dimanfaatkan warga setempat untuk mandi, mencuci, minum, dan mengairi ribuan hektar sawah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif