SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Harian Jogja/Kusnul Isti Qomah) Pembuat garam Gunungkidul
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL-Hujan yang turun disambut suka cita oleh para petani kecuali petani garam. Minimnya sinar matahari membuat produksi mereka kembali terhambat.
Salah satu petani garam di Pantai Sepanjang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, Gunungkidul Winarto menuturkan, produksi garam belum bisa maksimal. Ketika musim kemarau, produksi harus dihentikan sementara lantaran harus pindah lahan.
“Sekarang setelah pindah harus berhenti lagi setelah sempat beroperasi sebentar karena sudah musim hujan. Air hujan membuat air laut yang sudah menua menjadi kembali muda,” tutur dia kepada Harian Jogja, Jumat (15/11/2013).
Sebagai petani garam, Winarto dan 19 rekannya harus bersabar dan telaten dalam membuat garam. Ia pun tidak bisa melawan kehendak alam dan harus bisa mencari celah untuk membuat garam.
“Kami sudah menyetok sekitar tiga kwintal. Hari ini [kemarin] saya ambil satu kwintal untuk dijual kepada pedagang-pedagang. Satu kilogram saya jual dengan harga Rp1.500,” imbuh dia.
Ketua Kelompok Garam Priyo Subiyo menuturkan, kelompok sudah memiliki solusi dengan menutupi bagian atas meja kristalisasi dengan terpal. Namun rupanya solusi tersebut kurang efektif. Ketika hujan turun dengan lebat, terpal tidak mampu menahan banyaknya air sehingga tetap masuk ke meja kristalisasi dan merusak air.
“Ketika sudah kemasukan air hujan ya harus diganti dengan air tua yang baru. Selain itu ketika hujan, tanah juga menjadi dingin sehingga mengganggu proses kristalisasi. Satu-satunya cara ya dengan bantuan terik matahari,” papar dia.
Ia menambahkan para petani garam memiliki pekerjaan lain sehingga tidak hanya menggantungkan hidupnya dari garam. Bertani garam juga baru dilakukan beberapa bulan ini.