Kolom
Senin, 4 November 2013 - 13:27 WIB

KOLOM : Andai Jantung Akil Berdesir

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mulyanto Utomo mulyanto.utomo@solopos.co.id Wartawan Solopos

Mulyanto Utomo
mulyanto.utomo@solopos.co.id
Wartawan Solopos

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memberhentikan tidak dengan hormat Ketua (nonaktif) MK Akil Mochtar karena terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.

Advertisement

Amar putusan itu disampaikan Ketua Majelis Kehormatan MK, Harjono, di Gedung MK Jakarta, Jumat (1/11) lalu. Majelis Kehormatan mengatakan sepanjang Oktober mereka telah memeriksa beberapa saksi.

Saksi-saksi itu antara lain Kepala Bagian Protokol MK Teguh Wahyudi; Kepala Subbagian Protokol MK Ardiansyah Salim; Sekretaris Ketua MK Yuanna Sisilia; petugas protokol Sarmili; ajudan ketua MK Ipda Kasno; ajudan ketua MK AKP Sugianto; office boy Sutarman; hakim konstitusi Maria Farida Indrati serta Anwar Usman, kemudian seorang panitera dan dua panitera pengganti.

Advertisement

Saksi-saksi itu antara lain Kepala Bagian Protokol MK Teguh Wahyudi; Kepala Subbagian Protokol MK Ardiansyah Salim; Sekretaris Ketua MK Yuanna Sisilia; petugas protokol Sarmili; ajudan ketua MK Ipda Kasno; ajudan ketua MK AKP Sugianto; office boy Sutarman; hakim konstitusi Maria Farida Indrati serta Anwar Usman, kemudian seorang panitera dan dua panitera pengganti.

Akil menolak diperiksa secara tertutup. Tapi, keputusan sudah dikeluarkan dan disiarkan secara luas kepada publik. Isinya menunjukkan betapa banyak perilaku Akil Mochtar sebagai seorang hakim konstitusi bahkan sebagai Ketua MK yang tidak terpuji, melanggar etika dan kepatutan.

Mengapa bisa begitu? Banyak orang yang geleng-geleng kepala dan mengelus dada pertanda prihatin dengan apa yang telah diperbuat oleh seorang pejabat tinggi di negeri ini. Banyak orang ingin tahu, lantas seperti apa perasaan dan kondisi Akil sekarang setelah dijebloskan ke dalam tahanan KPK?

Advertisement

Mahfud kemudian menulis: Biasanya kami bertemu di ruang rapat untuk memperdebatkan perkara atau di ruang sidang MK yg terbuka. Tp kali itu bertemu utk memeriksanya. Senduu… Pak Akil tak ceria spt biasanya. Suaranya datar, matanya basah tp tidak menangis. Sy berempati betapa pilu hatinya merasakan pertemuan itu. P Akil nolak diperiksa krn mrasa sdh mundur sbg hakim. Katanya, semua keterangan & bahan yg dibutuhkan MKH bs dilihat di video2 prsidangan MK…”

Lebih lanjut, Mahfud MD menulis: Saat berpamitan sy nanya: apakah bs olahraga utk jaga kkesehatan? P. Akil bilang, bisa, tapi ruangan & waktunya terbatas krn hrs bergantian. P.Akil merasa terpukul krn semua rekeningnya, trmasuk rekening isteri, anak, & orang tuanya diblokir oleh KPK. Sy kasihan, tp maklum pd KPK. Sebagai salah satu rekan kerja bertahun-tahun, Mahfud juga mengingat dia sering ”berceramah” kepada kawan-kawannya di MK.

Stlh di luar KPK sy ingat saat2 pertemanan kami di MK. Sy sring bilang: korupsi akan sengsarakan pelakunya. Kini P.Akil terkena kasus itu. Sy prnah katakan dlm crmh di depan pegawai2 MK, ada hadits Nabi: Yg diperoleh atau dibangun scr haram akan menimbulkan derita bg pelakunya… Ketika mendengar cramah2 sy, P.Akil pernah berkomentar dgn senyum: P. Mahfud ini kelasnya ulama, bkn hanya ustadz. “Sy hanya santri”, kt-sy. Begitu curahan hati Mahfud di Twitter.

Advertisement

 

Hidup Sederhana

Begitulah. Ketika ceramah tentang kebaikan, amar makruf nahi munkar, dianggap hanya angin lalu, apalagi bagi mereka yang hatinya telah tertutupi, seribu ceramah tak akan membawa hikmah.

Advertisement

Mana ada rasa sendu, apalagi desiran jantung, yang dirasakan seperti Mahfud MD ketika bertemu Akil Mochtar di penjara. Andai saja jantung Akil berdesir ketika mendengar ceramah-ceramah seperti itu, mungkin ceritanya akan berbeda.

”Wong atase pejabat tinggi, menjadi tumpuan terakhir penegakan hukum, hla kok perilakunya seperti itu. Saya betul-betul ngeri jika ternyata yang bertindak seperti itu tidak hanya Akil Mochtar… jangan-jangan masih banyak pejabat tinggi negeri ini yang perilakunya setali tiga uang dengan Akil,” kata Raden Mas Suloyo ketika jagongan bersama kawan-kawannya sambil menonton televisi yang menyiarkan pengumuman sanksi pemberhentian secara tidak hormat terhadap hakim konstitusi itu.

”Itulah, Denmas. Jan-jane para priyagung itu kurang apa, ta? Katanya gajinya ya sudah sangat besar. Segala kebutuhan telah dipenuhi…, lalu kenapa orang-orang yang sudah mempunyai jabatan tinggi, gaji tinggi, status tinggi seperti itu harus berperilaku rendah, mengorbankan harga diri,” timpal Mas Wartonegoro, karib diskusi Denmas Suloyo.

“Ha embuh, Mas. Mungkin itu berkaitan dengan keserakahan… gampang kepinginan… telanjur hidup bermewah-mewah, tidak mampu mengendalikan diri untuk hidup sederhana,” jawab Denmas Suloyo yang saya kira jawabannya ya waton sulaya.

Saya yang ikut ngudarasa di situ pun sulit menjawab pertanyaan seperti itu. Susah benar memahami perilaku orang-orang yang telah memiliki jabatan sangat tinggi, kehormatan tertinggi, dan pasti dengan penghasilan tinggi, begitu mudah tergiur dan ”dijatuhkan” dengan perbuatan buruk. Apa sebenarnya yang salah di negeri ini?

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya kira apa yang dikemukakan  K.H. Kholil Bisri 10 tahun lalu adalah jawaban cukup rasional, meskipun berbau religius. Kata Kiai Kholil, perilaku konsumtif, gampang kepinginan seperti itu terjadi karena banyak orang, khususnya dari kalangan atas, mereka yang menyandang gelar status terpandang, enggan mempraktikkan apa yang telah dititahkan Gusti Allah bahwa menjalani hidup haruslah sederhana atau dalam bahasa pesantren tawassuth.

Orang yang berada pada posisi tawassuth tidak akan terperosok ke dalam jahanam, karena konsepnya membelanjakan harta tidak berlebihan akan tetapi tidak kikir. Begitulah. Pejabat yang telanjur terperosok, biasanya hanya bisa menyesali perbuatan, tidak ada rasa miris di hati, tidak ada desiran ngeri di jantung ketika diceritakan soal perbuatan yang bisa membawa ke dalam jahanam.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif