Soloraya
Jumat, 1 November 2013 - 23:55 WIB

UMK 2014 : Bupati Sukoharjo Tuding Permenakertrans Biang Kisruh

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Bupati Wardoyo Wijaya (JIBI/dok)

Solopos.com, SUKOHARJO — Bupati Sukoharjo, Wardoyo Wijaya, menuding Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) sebagai biang keladi kisruh penetapan upah minimum kabupaten (UMK) tiap tahun. Pasalnya, peraturan tersebut tidak menetapkan secara pasti nominal masing-masing item kebutuhan pokok sehingga survei kebutuhan hidup layak (KHL) sebagai acuan pengajuan UMK dari masing-masing kelompok buruh berbeda.

Hal itu ia tegaskan kepada wartawan seusai acara bertajuk Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) yang digelar Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) di Kantor Bupati Sukoharjo, Jumat (1/11/2013) siang. Pernyataan itu ia sampaikan menyusul tidak diperolehnya kesepakatan nominal UMK antara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sukoharjo dengan tiga serikat kerja.

Advertisement

“Kami sudah mengajukan semua usulan dari kelompok buruh kepada Pak Gubernur [Jawa Tengah, Ganjar Pranowo]. Tetapi kami berusaha mencari solusi dengan menetapkan UMK sebesar Rp1.132.000,” ujarnya.

Menurutnya, perbedaan usulan UMK dipengaruhi oleh survei KHL dari masing-masing kelompok buruh. Ia mengaku heran dengan hasil survei, padahal lokasi survei sama-sama ada di Sukoharjo. “Ini biang masalahnya adalah Permenakertrans. Karena harga masing-masing kebutuhan tidak dipatok dengan jelas, akhirnya KHL jadi mengambang. Kami akhirnya menetapkan KHL sebesar Rp1.167.000,” terangnya.

Lebih lanjut, keputusan menteri yang terkesan mengambang itu justru menjadi pekerjaan rumah (PR) yang dibebankan kepada pemerintah daerah. Bahkan, dengan ketidakpastian itu, Wardoyo menyatakan seolah-olah pemerintah daerah diadu domba dengan kaum buruh.

Advertisement

“Kalau saya mengambil keputusan, kesalahan ya dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Seharusnya kan harga sabun ditetapkan Rp2.000 misalnya. Hla ini ada yang Rp16.000 ada yang lain harga. Kalau KHL ditetapkan dari pusat, saya yakin enggak ada geger tiap tahun seperti ini,” katanya.

Ditanya mengenai isu penyetaraan UMK di seluruh Jawa Tengah, Wardoyo menolak dengan tegas. Menurutnya hal itu bukan keputusan bijaksana mengingat kebutuhan hidup tiap daerah berbeda satu sama lain. “Di Wonogiri itu tidak ada serikat pekerja karena di sana tidak ada pabrik. Beda dengan daerah yang banyak pabrik seperti di Sukoharjo,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Serikat Pekerja Nasional (SPN) kecewa lantaran usulan UMK Sukoharjo berada di bawah hasil survei KHL. Ketua SPN Sukoharjo, Witono, kepada Espos beberapa waktu lalu mengatakan angka yang diusulkan Bupati jauh di bawah harapan serikat pekerja.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif