Kolom
Rabu, 16 Oktober 2013 - 11:07 WIB

GAGASAN : REFLEKSI HARI PANGAN SEDUNIA, Petani & Stagnasi Produksi Pangan

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - H.M. Sholeh msholeh10@yahoo.com Dewan Pembina Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Tengah

H.M. Sholeh
msholeh10@yahoo.com
Dewan Pembina Kontak
Tani Nelayan Andalan (KTNA)
Jawa Tengah

 Setiap tahun, Hari Pangan Sedunia (HPS) diperingati pada 16 Oktober. Tahun ini merupakan HPS ke-33. Tema internasional yang ditetapkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) adalah Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition yang artinya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Gizi.

Advertisement

Tema tersebut diterjemahkan menjadi tema nasional Optimalisasi Sumber Daya Lokal Menuju Kemandirian Pangan. Tema tersebut dipilih dengan pertimbangan Indonesia kaya berbagai sumber daya alam sebagai sumber pangan lokal yang bernilai gizi tinggi.

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki dan senantiasa harus dipenuhi. Ketersediaan pangan suatu bangsa merupakan suatu keharusan agar bangsa tersebut mandiri. Fluktuasi harga pangan dunia akibat perubahan iklim dan berbagai tantangan produksi pangan dunia perlu disikapi dengan mengoptimalkan sumber daya pangan lokal untuk kemandirian pangan.

Entah istilah apalagi yang dipakai pemerintah untuk mengusung pangan sebagai kebutuhan manusia yang paling hakiki ini. Ada istilah ketahanan pangan, kemandirian pangan, sampai kedaulatan pangan. Tapi, muaranya adalah kecukupan pangan baik kualitas, kuantitas, kontinuitas, maupun keterjangkauannya (K4).

Advertisement

Apa pun programnya yang penting tindakan nyata di akar rumput, yaitu di kalangan petani dan masyarakat umum. Tak perlu tema muluk-muluk. Menurut saya, yang lebih lebih tepat adalah “aksi program” secara nyata daripada kebanyakan program tapi tak kelihatan nyata hasilnya. Mengapa pertanian penting?

Berdasarkan data nasional, total angkatan kerja sekitar 110 juta jiwa, dan sekitar 40 juta jiwa atau 37% di antara mereka masih bergantung pada sektor pertanian. Sangat penting bagi Indonesia untuk melakukan reorientasi paradigma dan strategi pembangunan yang dapat mendukung penguatan sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat.

Sementara itu, sektor yang memiliki pertumbuhan lebih tinggi dari sektor pertanian dan berkontribusi besar terhadap produk demostik bruto atau PDB (sektor industri dengan share terhadap PDB hampir 30%) ternyata hanya mampu menyerap 12,5% angkatan kerja yang ada.

Tahun-tahun mendatang merupakan momentum yang sangat penting dalam menentukan perjalanan bangsa. Strategi pembangunan yang berbasis pada sumber daya alam terbarukan, di mana pertanian menjadi pilar pokoknya, masih sangat diharapkan peran signifikannya. Lalu kenapa pertanian di Indonesia tidak maju-maju?

Advertisement

 

Kurang Perhatian

Meskipun pertanian penting tetapi tidak mendapatkan cukup tempat dalam pembangunan nasional. Berdasarkan analisis data produktivitas selama dua dasa warsa, ternyata produktivitas tanaman pangan mengalami pelandaian bahkan stagnan, khususnya untuk komoditas padi sawah (lihat grafik 1).

Dari grafik 1 tersebut produktivitas nasional tanaman pangan di Indonesia tidak ada kenaikan yang signifikan kecuali jagung. Produktivitas jagung cukup meningkat mengingat ada program hibridisasi benih untuk menunjang produksi jagung nasional.

Advertisement

Produktivitas komoditas padi dari tahun 1993-2013 hanya meningkat 4.38 ton/hektare menjadi 5.15 ton/hektare atau hanya meningkat 1.7% per tahun.  Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat lahan pertanian sawah produktif semakin berkurang akibat desakan industri dan pemukiman.

Sementara pertambahan penduduk dalam dua dasawarsa tersebut meningkat dari 185 juta  pada t1993 menjadi 242 juta pada 2013 atau meningkat 3,1% persen. Ini  merupakan tanda bahaya bagi kecukupan pangan di masa mendatang.

Bahkan, pada kasus komoditas kedelai, selain produktivitas yang tidak ada peningkatan selama dua dasawarsa juga menurunnya luas lahan pertanaman kedelai. Ini adalah komoditas yang berkaitan dengan ekonomi rakyat. Harus segera ada kebijakan yang berpihak kepada petani.

Produktivitas tanaman pangan memang sangat dipengaruhi faktor benih, tanah, irigasi, pemupukan, pengendalian hama, hingga panen dan pascapanen. Selain itu faktor alam, kondisi geografis, dan agroklimat juga sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Hal-hal yang bisa dilakukan pemerintah adalah menjalankan kebijakan untuk menunjang peningkatan produktivitas pangan di Indonesia baik benih, pupuk, infrastruktur, termasuk irigasi, hingga permodalan dan jaminan pasar bagi produk pangan.

Advertisement

Tidak adanya peningkatan produktivitas padi yang signifikan selama 20 tahun terakhir menunjukkan kurangnya keberpihakan kebijakan pemerintah kepada sektor pertanian.  Subsidi benih sering telat, peredaran pupuk tidak lancer, dan kerusakan sistem dan saluran irigasi di mana-mana.

Padahal berdasarkan kajian teknologi dari ratusan fakultas pertanian perguruan tinggi negeri dan swasta (PTN/PTS) di Indonesia menunjukkan produktivitas padi sawah di Indonesia masih bisa mencapai 8-10 ton/hektare. Di sinilah tantangan bagi pemerintah!

Anehnya para petani kita tetap saja menanam meskipun belum tentu untung atau bahkan balik modal dari komoditas tanaman pangan di Indonesia ini.  Inilah hebatnya petani kita: tidak menghitung untung atau rugi.

Pertanian dijalankan secara turun-temurun, bahkan di tengah tidak menariknya sektor pertanian yang mulai banyak ditinggalkan oleh para pemuda yang lebih senang menjadi buruh pabrik, karyawan, atau pekerjaan lainnya.

 

Unggulan 

Advertisement

Menurut hemat saya kunci pokok ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan adalah fokus pada unggulan. Indonesia dengan wilayah yang sangat luas memiliki potensi unggulan masing-masing.

Ada potensi unggulan padi, jagung, kedelai, hortikultura, perkebunan, kehutanan, perikanan, dan lain-lain. Jadi tidak zamannya lagi memaksakan introduksi produk yang tidak merupakan unggulan atau potensinya rendah.

Keberhasilan Gorontalo menjadi daerah jagung merupakan contoh fokus unggulan. Dengan kesungguhan dan dukungan penuh pemerintah daerah, Gorontalo menjelma menjadi sentra jagung nasional. Yang jelas, dukungan segala sektor juga harus diperhatikan seperti irigasi, jalan, pelabuhan, pasar, permodalan, penyuluhan, dan yang penting pembinaan manajemen.

Demikian juga fasilitas pemasaran lokal, regional, nasional, hingga internasional. Pendek kata semua unit kerja pemerintahan dikerahkan terfokus, meskipun tanpa mengabaikan pelayanan publik lainnya. Bahkan sektor lain di Gorontalo ikut terangkat sukses sebagai imbas fokus jagung tersebut.

Demikian juga berkah kegagalan program lahan sawah sejuta hektare di Kalimantan Tengah sekarang memunculkan kebijakan fokus unggulan pada Aloe vera atau lidah buaya. Ternyata program tersebut sukses dengan fokus penghasil lidah buaya terbesar dengan kualitas tinggi meskipun di lahan gambut.

Kiranya sudah saatnya ada daerah fokus unggulan kedelai, misalnya di wilayah tapal kuda Jawa Timur: Jember, Pasuruan, atau Banyuwangi dan sekitarnya. Kelangkaan produk kedelai diduga akibat tidak adanya petani kedelai.

Pertanian kedelai hanyalah tanaman tumpang gilir setelah padi-kedelai-padi, atau padi-jagung-padi. Sudah saatnya pemerintah mengkoordinasi fokus unggulan sebagai aksi program, bukan sekadar program aksi. Kesuksesan Fadel Muhammad membangun Gorontalo dengan fokus jagung patut diapresiasi.

Kesuksesan itu mengantarkannya menjadi menteri, terlepas “dosa politik” apa pun yang menyebabkan dia diganti. Akhirnya untuk apresiasi kepada petani sepatutnya kita memberikan gelar Pahlawan Pangan Tanpa Tanda Jasa kepada petani.

Saat ini petani tetap saja menanam padi/pangan tanpa pernah berhitung apakah untung atau rugi, bahkan jerih payah tenaga mereka pun tak dihitung.  Coba hitung dengan 12 juta hektare lahan sawah dengan rata-rata kepemilikan hanya 0,3 hektare/petani dan biaya  Rp3 juta-Rp4 juta/hektare saja maka petani telah menginvestasikan lebih dari Rp36 triliun per musim.

Petani adalah mega investor. Mudah-mudahan dengan refleksi Hari Pangan Sedunia ke-33 ini mampu menggugah semangat untuk meningkatkan harkat dan kesejahteraan petani dalam arti yang sebenarnya. Semoga!

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif