Soloraya
Selasa, 8 Oktober 2013 - 09:02 WIB

Bulog Surakarta:Penyaluran Kedelai Impor Langsung ke Perajin

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kedelai (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Penyaluran kedelai impor dipastikan tidak akan melalui koperasi perajin tahu dan tempe Indonesia (Primkopti) melainkan langsung ke kelompok perajin atau lumbung.

Kepala Subdivre III Surakarta, Yudi Prakasa Yudha, menyebutkan distribusi langsung ke perajin atau lumbung ditujukan agar rantai distribusi semakin pendek sehingga tidak ada biaya-biaya tambahan yang bisa menaikkan harga kedelai.

Advertisement

Saat ini Bulog baru mendata sekitar dua lumbung yang ada di Wonogiri. “Kami baru saja mengadakan pertemuan dengan mereka. Dan mereka pun menyatakan siap mengelola kedelai impor dari Bulog. Dan harapannya kedelai impor ini nantinya langsung menyentuh kalangan perajin,” kata Yudi, saat ditemui Espos, di ruang kerjanya, Senin (7/10/2013).

Dua lumbung atau kelompok perajin yang ada di Wonogiri ini bisa jadi akan bertambah jika sentra sentra perajin tahu dan tempe di daerah lain juga ingin membeli kedelai impor dari Bulog.

Advertisement

Dua lumbung atau kelompok perajin yang ada di Wonogiri ini bisa jadi akan bertambah jika sentra sentra perajin tahu dan tempe di daerah lain juga ingin membeli kedelai impor dari Bulog.

Seperti diketahui sebelumnya, Bulog Subdivre III Surakarta mendapatkan alokasi kedelai impor sebanyak 1.000 ton. “Angka alokasinya sudah dapat tapi sampai saat ini kami belum tahu kapam alokasi tersebut akan disalurkan. Memang wacana dari pemerintah pusat kuota impor kedelai akhir tahun ini baru akan tiba sekitar November atau Desember.

“Meski demikian kami sudah mempersiapkan diri. Salah satu persiapan kami adalah gudang tempat penyimpanan kedelai.” Gudang di Grogol perlu dipersiapkan matang karena menjelang akhir tahun nanti diperkirakan posisi pengadaan beras akan penuh, mengingat ada panen raya di sejumlah daerah. Sehingga harapannya ketersediaan gudang baik untuk beras maupun kedelai sama-sama mencukupi.

Advertisement

“Karena ini sifatnya adalah komersial. Di Bulog, program kedelai ini masuk ke ranah komersial. Jadi ketika kami menyerap kedelai dari petani di Wonogiri beberapa waktu lalu, harga beli kami di petani Rp8.350 per kilogram kemudian kami jual Rp8.450 per kilogram.”

Meskipun Bulog menjual kedelai sesuai dengan harga pasar, artinya tidak lebih murah dari pedagang pada umumnya, Yudi menjelaskan bahwa Bulog sebagai operator milik pemerintah yang diberi izin melakukan impor kedelai berharap bisa menjaga stabilitas harga kedelai. “Harapannya ketika Bulog ikut jualana kedelai maka tidak ada lagi pedagang yang mempermainkan harga kedelai.”

Soal kedelai lokal, pekan lalu Bulog telah menyerap 3 ton kedelai hasil panen di Wonogiri. Saat ini belum ada lahan yang dipanen. Bahkan sisa panen yang ada di Wonogiri ini sangat sedikit. “Skalanya sangat kecil. Mungkin tidak mencapai 1.000 kilogram. Padahal dari pusat berharap kami bisa menyerap 5.000 kilogram kedelai lokal yang dari Wonogiri.”

Advertisement

Yudi menambahkan meskipun produktivitas kedelai lokal terbilang kecil, Bulog akan mencari potensi produksi kedelai yang lain selain Wonogiri. “Coba nanti kami juga akan cari di Sragen.”

Kedelai lokal, menurutnya, bisa dipakai perajin tahu sebagai bahan baku alternatif. Tetapi untu membuat tempe, memang lebih baik memakai kedelai impor.

Sementara itu, dari informasi Senin kemarin harga kedelai impor berada di kisaran harga Rp8.700 per kilogram. Sudah lebih murah dari posisi dua pekan lalu yang masih Rp8.900 per kilogram.

Advertisement

Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Mojosongo, Acok Warso, berharap Bulog segera merealisasikan program pengendalian harga kedelai impor. “Begitu kuota impor itu tiba di tanah air langsung distribusikan saja. Supaya harga kedelai di pasaran segera kembali normal.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif