Soloraya
Rabu, 2 Oktober 2013 - 07:38 WIB

Kemarau, Petani Beralih Jadi Pengrajin Batu Bata

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah seorang pengrajin batu bata di Dusun Kepuh, Kelurahan Lalung, Karanganyar, mencetak batu bata di tepi Waduk Lalung, Selasa (1/10/2013). Selama musim kemarau, petani di sekitar Waduk Lalung beralih menjadi pengrajin batu bata karena sawah mereka mengering. (Tri Indriawati/JIBI/Solopos)


Salah seorang pengrajin batu bata di Dusun Kepuh, Kelurahan Lalung, Karanganyar, mencetak batu bata di tepi Waduk Lalung, Selasa (1/10/2013). Selama musim kemarau, petani di sekitar Waduk Lalung beralih menjadi pengrajin batu bata karena sawah mereka mengering. (Tri Indriawati/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KARANGANYAR –Hampir seluruh petani di Dusun Kepuh, Kelurahan Lalung, Kecamatan/ Kabupaten Karanganyar, beralih menjadi pengrajin batu bata selama musim kemarau. Pasalnya, sawah yang biasa mereka tanami padi telah mengering sejak dua bulan terakhir.

Advertisement

Minimnya saluran irigasi membuat sebagian besar area persawahan yang ada di sekitar Waduk Lalung itu tak mendapatkan suplai air. Beberapa petani yang berupaya membuat sumur pantek pun tidak berhasil mengeluarkan air. Oleh karena itu, selama ini, petani hanya mengandalkan guyuran air hujan untuk mengairi sawah mereka.

Hla mau bagaimana, sawahnya sudah kering enggak bisa diolah, jadi ya kami biarkan bera. Kelihatannya dekat waduk, tapi kami enggak mendapat jatah airnya. Bikin sumur juga enggak keluar air, soalnya mentok bebatuan,” ungkap salah seorang petani di Dusun Kepoh RT 003/ RW 003, Harsiam, 60, saat dijumpai Solopos.com di tepi Waduk Lalung, Selasa (1/10/2013).

Lantaran hal tersebut, Harsiam dan sebagian besar petani lainnya memilih beralih menjadi pengrajin batu bata. Terlebih, permintaan bahan bangunan itu tengah melonjak sejak dua bulan terakhir. Harga yang dibanderol pun cukup menjajikan keuntungan bagi petani.

Advertisement

“Sekarang memang lagi laris, setiap habis membakar langsung laku. Harganya juga tinggi, seribu biji dijual Rp520.000, dulu enggak sampai segitu.”

Seorang petani lainnya, Saminem, 54, mengatakan hampir tidak ada satu pun warga Dusun Kepuh yang tidak membuat batu bata selama kemarau. Menurutnya, setiap pengrajin dapat menghasilkan 400 hingga 700 biji batu bata setiap harinya. Batu bata yang telah dijemur selama lebih kurang 20 hari, lantas mereka bakar.

“Sekali membakar ya bisa mendapat 4.000 hingga 6.000 batu bata, biasanya langsung laku, soalnya sudah banyak yang mengantri pesanan,” ujar dia.

Advertisement

Untuk bahan baku pembuatan bata, perajin biasa membeli tanah liat dari pemasok di luar Kelurahan Lalung seharga Rp80.000 setiap satu bak mobil pikap. Sebagian pengrajin juga mengambil tanah liat dari dasar waduk yang telah mengering. “Tapi ya enggak banyak ambilnya, soalnya berat menggendongnya, saya saja enggak kuat,” imbuh Saminem.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif