Otomotif
Senin, 30 September 2013 - 17:20 WIB

KONTROVERSI MOBIL MURAH : Most Pertanyakan Dewan Sidak Mobil Murah

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Agya, mobil murah ramah lingkungan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, SOLO—Protes terhadap kehadiran mobil low cost green car (LCGC) masih berlanjut. Anggota DPRD Solo, Umar Hasyim, Senin (30/9/2013), dengan dalih menggelar Sidak datang ke pameran otomotif di Solo Square dengan maksud melihat respons pasar terhadap mobil murah tersebut.

Ketua Masyarakat Otomotif Surakarta (Most) Solo, Ibnu R Sahoer, justru mempertanyakan kapasitas anggota DPRD Solo menggelar Sidak mobil murah tersebut. “Sidak kapasitasnya apa? Terus hasil Sidak arahnya mau kemana? Apakah bisa mengubah regulasi pemerintah soal LCGC?” kata Ibnu, kepada solopos.co, Senin.

Advertisement

Menurutnya, kalau DPRD sidak sembako atau sidak yang lain dalam kapasitas ekonomi di daerah, itu wajar. “Tapi kalau sekarang mau bicara mobil murah, mobil LCGC, wong barangnya saja belum ada. Saya sendiri belum bisa memastikan dan masih perlu dicermati lagi nanti, apakah mobil LCGC itu benar-benar irit bahan bakar, sesuai dengan kualitas dan fungsi yang selama ini banyak dibicarakan,” kata Ibnu.

Dalam pameran tersebut memang tidak ditemui mobil LCGC, baik Agya Ayla maupun Brio Satya, tetapi ada satu mobil murah non-LCGC, Honda Brio CKD. Tetapi Umar tetap meminta kepada masyarakat Solo agar tidak merespons mobil tersebut secara berlebihan. Selain kepada masyarakat, pihaknya juga meminta kepada instansi termasuk Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk tidak memakai atau memanfaatkan mobil LCGC sebagai kendaraan dinas atau operasional kerja.

“Program mobil murah itu tidak terlalu penting. Justru pada saat ini yang paling dibutuhkan masyarakat adalah pangan dan sandang murah serta transportasi massal yang murah dan aman,” jelas Umar, kepada wartawan, di Solo Square.

Advertisement

Pihaknya sepakat dengan Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo, beberapa waktu lalu yang tegas menolak mobil murah. Mengenai bentuk penolakannya mau seperti apa, Umar meminta Walikota bisa lebih tegas lagi. “Mungkin kalau mau diformalkan bisa saja, tetapi khawatir menyalahi aturan pasar bebas. Kalau mau ya itu, meminta kepada masyarakat untuk tidak terlalu merespons mobil murah.”

Kalau peredaran mobil murah ini dibiarkan dan dibebaskan, kata Umar, tentu akan terjadi kemacetan mengingat Solo sudah menuju kota metropolitan.

Bagi Umar, kebijakan pemerintah mengenai LCGC itu hanya baik untuk perkembangan ekonomi secara makro. Seperti dijanjikan mampu menyerap tenaga kerja hingga puluhan ribu tetapi pihaknya menilai pemerintah pusat tidak melihat kondisi riil di daerah. “Tenaga kerja yang diserap tidak sebanding dengan permasalahan yang dimunculkan belakangan.”

Advertisement

Protes Umar terhadap mobil LCGC, juga didasari keluhan salah seorang konsumen mobil LCGC yang membeli mobil dengan harga jauh lebih mahal dari harga yang ditawarkan kali pertama. Dia mengatakan, konsumen tersebut dijanjikan oleh diler mobil LCGC dengan harga Rp90 juta. Tetapi, saat ini justru dia harus membayar mobil tersebut dengan harga Rp115 juta.

“Diler juga sudah melakukan pembohongan publik dengan menawarkan barang saat aturan atau regulasi dari pemerintah belum jelas. Ditawarkan, disuruh inden, tetapi barangnya belum ada dan saat itu harganya belum jelas.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif