Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, menargetkan penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo selesai tahun depan.
Pihaknya siap mendukung rekomendasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menyarankan pengelolaan Putri Cempo mengadopsi sistem insinerasi.
“Penanganan sampah harus dilakukan secepatnya. Tahun depan diharapkan sudah ada perubahan di Putri Cempo,” ujarnya saat ditemui wartawan seusai upacara Hari Pramuka di Stadion Sriwedari, Jumat (27/9/2013).
“Penanganan sampah harus dilakukan secepatnya. Tahun depan diharapkan sudah ada perubahan di Putri Cempo,” ujarnya saat ditemui wartawan seusai upacara Hari Pramuka di Stadion Sriwedari, Jumat (27/9/2013).
Menurut Wali Kota, feasilibility study (FS) mengenai teknologi insinerasi atau pembakaran sampah menjadi listrik telah dirampungkan Bappenas. Saat ini, pihaknya berancang-ancang menggelar konsultasi publik untuk mengetahui pendapat stakeholder tentang sistem tersebut.
“Uji publik ini nantinya akan menjadi acuan menyusun dokumen lelang berikut kajian-kajian seperti amdal (analisis mengenai dampak lingkungan),” tuturnya.
“Kabarnya ada investor yang nawarkan pengelolaan tanpa fee. Tentu itu lebih sip,” ucap Wali Kota.
Sebagai kompensasi, pihaknya siap memberi kebebasan investor untuk menjual produk sampahnya. Selain itu, Pemkot bakal memenuhi penyediaan alat berat untuk mendukung fasilitas insinerator.
“Kami siapkan penambahan satu buldoser dan satu ekskavator tahun depan. Kira-kira butuh empat buldoser dan empat ekskavator untuk mendukung sistem secara keseluruhan.”
Sementara itu, Asisten Ekonomi Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Solo, Eny Tyasni Suzana, mengatakan konsultasi publik dijadwalkan awal Oktober selama dua pekan. Pihaknya siap melibatkan akademisi hingga masyarakat untuk mengkaji kelayakan pengembangan Putri Cempo.
“Bappenas juga akan tetap mendampingi hingga proses market sounding,” terangnya.
Eny menambahkan, dua opsi pengembangan yang sempat mengemuka yakni anaerobic digestion dan sanitary landfill urung diterapkan lantaran berbagai kendala.
Chrisna Chanis Cara/JIBI/Solopos