Solopos.com, SEMARANG — DPD Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng, mengisyaratkan kenaikan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2014 maksimal rata-rata 10%.
Ketua DPD Apindo Jateng, Frans Kongi, mengatakan kondisi dunia usaha saat ini sangat berat dengan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.
”Kenaikan UMK 2014 paling banter atau maksimal 10 persen dibandingkan UMK tahun lalu,” katanya di Semarang, Kamis (26/9/2013).
”Kenaikan UMK 2014 paling banter atau maksimal 10 persen dibandingkan UMK tahun lalu,” katanya di Semarang, Kamis (26/9/2013).
Bila dituntut kenaikan UMK lebih dari 10%, lanjut dia, pengusaha akan merasa keberatan, karena kondisi iklim usaha sangat berat.
Meski kemungkinan ada beberapa perusahaan besar mampu menaikkan lebih dari 10%, tapi jumlahnya tidak banyak.
Menanggapi tuntutan buruh yang telah menurunkan besarnya UMK 2014 dari sebelumnya rata-rata Rp3 juta per bulan, menjadi Rp2,27 juta per bulan, Frans menyatakan tidak mungkin dipenuhi pengusaha.
Menurut dia, kalau dipaksakan membayar UMK sebesar itu, dikhawatirkan banyak perusahaan yang akan tutup.
Kalau sampai tutup, maka yang rugi buruh sendiri, karena kehilangan mata pencaharian hidup, serta menambah jumlah pengangguran.
”Dalam menentukan UMK tidak boleh ada tekanan dari pihak manapun, tapi melalui mekanisme di Dewan Pengupahan [DP] provinsi dan kabupaten/kota,” ujar dia.
Di mana, imbuh dia, DP beranggotakan serikat pekerja (SP) mewakili buruh, pengusaha (Apindo), perguruan tinggi, dan pemerintah.
”Dalam menetapkan UMK tidak semata berdasarkan survei kebutuhan hidup layak [KHL] saja, tapi juga mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan laju inflasi daerah,” ungkapnya.
Frans menambahkan buruh sebagai mitra pengusaha, supaya bisa memahami kondisi dunia usaha yang sedang berat ini.