Lifestyle
Kamis, 26 September 2013 - 15:22 WIB

KULINER SOLO : Satai Nonongan Warisan Madura Kini Khas Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Nur, 49, pemilik Sate Ayam Pak Nur Madura Asli, mengipasi satai pesanan pembeli di ujung salah satu gang di Nonongan, Rabu (18/9/2013). (Farid Syafrodhi/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Orang Madura kondang sebagai salah suku perantau ulung. Mereka datang ke daerah perantauan membawa serta aneka makanan khas Pulau Garam itu. Kawasan Nonongan, Solo, Jawa Tengah sejak lama terkenal sebagai salah satu sentra penjualan satai ayam khas racikan mereka.

Setiap hari, para penjual satai yang berdarah Madura menggunakan pikulan membuka dhasaran di kawasan itu sekitar pukul 16.00 WIB-00.00 WIB. Meskipun hanya menggelar dagangan secara lesehan dan mengandalkan penerangan dari lampu jalan, warung-warung satai itu tetap diserbu para pencinta kuliner.

Advertisement

Salah satu penjual satai di Nonongan, Nur, mengatakan setiap hari dia membutuhkan 5-6 ekor ayam untuk dijadikan satai. Menurutnya, seporsi satai berisi 10 tusuk satai dan lontong dihargai Rp12.000. Sedangkan satai daging ayam dan telur Rp14.000 per porsi dan satai telur ayam saja Rp16.000 per porsi.

Namun tak jarang dirinya melayani pesanan sesuai kemampuan pelanggan. “Ada orang yang membeli satai Rp2.000 pun saya layani. Bahkan saya memberikan bonus satu tusuk satai,” ujar Nur saat ditemui Solopos.com, Rabu (18/9/2013) sore.

Advertisement

Namun tak jarang dirinya melayani pesanan sesuai kemampuan pelanggan. “Ada orang yang membeli satai Rp2.000 pun saya layani. Bahkan saya memberikan bonus satu tusuk satai,” ujar Nur saat ditemui Solopos.com, Rabu (18/9/2013) sore.

Nur mengaku berjualan satai sejak 1980-an. Sebelumnya, sang ayah telah merintis usaha satai ayam di lokasi itu pada 1973 dan Nur meneruskannya setelah ayahnya meninggal dunia. Semua resep bumbu satai yang dimiliki Nur adalah warisan dari ayahnya.

“Banyak pelanggan saya yang bilang kalau sambal satai yang saya buat itu ada rasa gurih, asin dan manis. Tapi kalau sambal satai asli orang Madura cenderung asin karena orang sana suka rasa asin,” ujar Nur.

Advertisement

Modifikasi Solo

Sementara itu penjual satai lainnya, Siri, 55, mengaku sudah memulai jualan satai sejak 1980-an. Agar rasa satainya menyatu dengan lidah orang Solo, dia memodifikasi sambal menjadi lebih manis. Pria berkumis ini mengatakan, dulu di sekitar kawasan itu ada sekitar 12 orang penjual satai yang berjajar di pinggir trotoar depan toko di Jl. Slamet Riyadi. Lambat laun, jumlah penjual satai di daerah Nonongan menyusut dan bergeser ke dalam gang daerah Nonongan dan pinggir Jl. Yos Sudarso, Solo. Saat ini, kata dia, hanya ada 5-6 orang yang bertahan berjualan di kawasan tersebut.

Gerobak panggul dari rotan yang dipakai oleh para pedagang satai ayam Nonongan menjadi daya tarik tersendiri. Penjual satai akan membakar satai di antara panggulan gerobak satai. “Penjualnya duduk sambil mengipasi satai yang dibakar. Tidak seperti umumnya pedagang satai yang mengipasi satai sambil berdiri dan menggunakan gerobak keliling,” ujar Ali, pemilik lesehan Satai Ayam Pak Ali.

Advertisement

Bicara tentang konsumen, satai ayam khas Nonongan, ternyata juga digemari sejumlah tokoh terkenal. Satai milik Nur yang berada di ujung gang sebelah timur Jl Yos Sudarso, Solo, sering didatangi artis sinetron. “Saya lupa nama mereka. Tapi salah satu yang saya tahu namanya Aryo. Dia menyanyi juga kok,” ujar Nur.

Penyanyi religi berdarah Timur Tengah, Haddad Alwi, juga sering menyambangi lapaknya untuk membeli satai. Biasanya dia datang pada malam hari dan makan lesehan di pinggir jalan. “Mungkin karena beliau tinggal di Solo, jadinya sering ke sini,” ungkap Nur.

Selain artis, tambahnya, ada pula politisi seperti Ketua Umum DPP PDI-Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, pernah datang ditemani anaknya, Puan Maharani, dan beberapa kader partai

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif