Soloraya
Rabu, 25 September 2013 - 05:45 WIB

PENCEMARAN LINGKUNGAN : Protes Limbah Peternakan Babi, Warga Jatisrono Demo

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Aksi warga Jatisrono terkait limbah peternakan babi (Ayu Abriyani/JIBI/Solopos)

Aksi warga Jatisrono terkait limbah peternakan babi (Ayu Abriyani/JIBI/Solopos)

Solopos.com, WONOGIRI — Warga Kecamatan Jatisrono memrotes delapan peternak babi yang ada di wilayah tersebut, Selasa (24/9/2013). Sebab, limbah dari peternakan babi itu mengakibatkan pencemaran bau dan air. Bahkan, para peternak itu juga belum mengantongi izin lingkungan (HO).

Advertisement

Saat itu, sekitar 100 orang yang terdiri atas warga Kelurahan Tanjungsari dan Desa Jatisrono yang mendatangi Balaidesa Jatisrono. Mereka ingin meminta pertanggung jawaban dari peternak atas pencemaran limbah tersebut. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan permintaan untuk menutup peternakan babi itu.

Salah satu warga Lingkungan Mirahan, Kelurahan Tanjungsari, Jarot, mengatakan bau tersebut mulai mengganggu warga setahun terakhir. Sedangkan peternakan tersebut mulai ada sekitar 20 tahun lalu.

Advertisement

Salah satu warga Lingkungan Mirahan, Kelurahan Tanjungsari, Jarot, mengatakan bau tersebut mulai mengganggu warga setahun terakhir. Sedangkan peternakan tersebut mulai ada sekitar 20 tahun lalu.

“Ada 200 sumur bor dangkal milik warga di sepanjang aliran sungai yang tercemar limbah babi karena pembuangan kotoran babi ke sungai. Padahal, air sumur itu dikonsumsi warga selama puluhan tahun. Selain itu, kotoran babi juga menimbulkan bau yang sangat menyengat. Sebab, limbah ada yang dibuang di pekarangan dan ada yang masuk ke sawah sehingga padi banyak yang busuk,” katanya saat di balaidesa, Selasa.

Warga lain, Agus mengatakan akibat seringnya menghirup bau tidak sedap dari peternakan itu, setidaknya ada empat warga di lingkungannya yang sering mengalami sakit dari leher hingga kepala.

Advertisement

Sementara itu, Sekretaris Desa Jatisrono, Sugiyatmo, mengatakan peternakan babi tersebut merupakan milik warga sekitar yang awalnya hanya skala rumahan kemudian berkembang menjadi skala besar.

“Saat ini, ada delapan peternakan babi di Desa Jatisrono dan masing-masing peternakan ada 600 hingga 700 ekor babi. Dari jumlah itu, baru tiga peternak yang mengolah kotoran babi menjadi biogas. Sedangkan lainnya ada yang dibuang di pekarangan milik peternak dan ada yang dibuang ke sungai terdekat,” katanya saat ditemui wartawan di sela-sela pertemuan.

Menurutnya, protes dari warga tersebut merupakan bom waktu yang telah disimpan bertahun tahun. Sebab, ia kerap menerima keluhan dari warga. Pihak desa, lanjut dia, telah memperingatkan para peternak, tetapi tidak diindahkan mereka. “Bahkan, akhir-akhir ini, saat malam hari warga terpaksa memakai masker untuk mengurangi bau dari kotoran babi,” ujarnya.

Advertisement

Sementara itu, pihak peternak yang diwakili Sartono mengatakan baru kali ini ia mendapat protes dari warga. “Sejak tahun 1986 saya ternak babi, saya belum pernah diprotes. Saya berani beternak karena pemerintah memperbolehkan,” katanya saat itu.

Pernyataan itu, sempat membuat warga yang protes memanas karena peternak belum mengantongi izin lingkungan (HO). Warga menuntut agar peternakan babi tersebut ditutup total.

Perwakilan dari Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) yang saat itu hadir, Suyono, juga membenarkan peternakan itu belum berizin.
“Dalam cacatan kami, belum pernah ada izin peternakan babi dari para pemilik yang masuk ke KPPT. Jadi, semua belum berizin,” katanya.

Advertisement

Sementara itu, Camat Jatisrono, Yogik Tri Biakto, berusaha menengahi permasalahan dengan membuat kesepakatan antara peternak dengan warga. Saat itu, warga menuntut agar tiga bulan lagi peternakan babi tersebut ditutup total. Namun, peternak meminta kelonggaran waktu hingga enam bulan agar semua babi bisa dijual. Akhirnya, warga mau menyetujui usulan peternak setelah beberapa perdebatan.

“Kami mohon maaf tidak bisa membantu para peternak karena semua belum berizin dan itu menyalahi aturan. Jadi, sudah ada kesepakatan, setelah enam bulan Satpol PP dari Pemkab Wonogiri akan menutup total lokasi peternakan. Sebelum ditutup, kami harap peternak bisa mengolah kotoran babi semampunya,” katanya saat di menjadi penengah antara warga dan peternak.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif