Otomotif
Rabu, 25 September 2013 - 17:42 WIB

MOBIL MURAH : LCGC Diragukan Bisa Jadi Mobnas

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi mobil murah (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, JAKARTA — Mobil murah ramah lingkungan (low cost and green car/LCGC)  dikritik beberapa kepala daerah, salah satunya Gubernur DKI Jakarta, Jokowi. Tak hanya soal dampak kemacetan yang bisa ditimbulkan, LCGC diragukan untuk bisa disebut sebagai mobil nasional (mobnas) karena tidak diproduksi prinsipal Merah Putih.

Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat yang terpenting bukan lagi ini tergolong mobnas atau tidak. Hal lebih mendasar adalah kendaran ini diproduksi di dalam negeri, oleh orang Indonesia, serta melibatkan industri komponen otomotif domestik.

Advertisement

“LCGC itu buatan Indonesia, pabriknya di sini dan dikerjakan pemuda kita. Tidak hanya dirakit tapi memang dibuat di dalam negeri. Made in Indonesia. Sebetulnya belum ada formula yang jelas untuk mobil nasional,” katanya ditemui usai berdiskusi dengan Kementerian Perindustrian di area pameran Indonesia International Motor Show (IIMS), Jakarta, Selasa (24/9/2013).

Menurut pria yang akrab disapa JK itu, perkembangan merek otomotif asli Indonesia kembali lagi kepada pilihan konsumen. Bisnis otomotif tak sekedar urusan menjual melainkan perlu jaminan kualitas layanan purnajual.

Advertisement

Menurut pria yang akrab disapa JK itu, perkembangan merek otomotif asli Indonesia kembali lagi kepada pilihan konsumen. Bisnis otomotif tak sekedar urusan menjual melainkan perlu jaminan kualitas layanan purnajual.

Artinya, jika ingin mengembangkan pabrikan otomotif dalam negeri harus dapat menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi. Pada akhirnya kualitas pelayanan yang menentukan laku tidaknya kendaraan.

“Orang dalam membeli mobil pertimbangannya selain mesinnya bagus juga harga murah dan tersedia suku cadangnya serta bisa tahan sampai 10 hingga 20 tahun. Selain menjual yang lebih penting adalah bagaimana pemeliharaannya,” tutur JK.

Advertisement

Sementara itu, Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi (IUBTT) Kementerian Perindustrian Budi Darmadi memastikan pengawalan lokalisasi komponen LCGC berlangsung ketat hingga lima tahun ke depan. Pemeriksaannya dilakukan surveyor independen mengacu pada roadmaplokalisasi produksi dalam proposal yang diajukan agen tunggal pemegang merek (ATPM).

 “Pada tahun ini ada merek yang kandungan lokal komponennya baru 45%, 47% bahkan 51%. Yang tertinggi ini Toyota Agya,” ujarnya kepada wartawan.

Dalam lima tahun kandungan komponen lokal harus 80%. Seluruh peserta LCGC, seperti Toyota Agya, Daihatsu Ayla, Honda Brio Satya, Suzuki WagonR, dan Datsun GO+, wajib membuat jadwal lokalisasi pembuatan sekitar 10.000 komponennya.

Advertisement

Tujuan program mobil murah sebetulnya tak semata untuk memproduksi mobil harga terjangkau dan irit bahan bakar. Lebih luasnya bermaksud membangun industri komponen otomotif domestik terutama untuk teknologi mesin, transmisi, dan axle.

Pengecekan realisasi lokalisasi komponen dilakukan per enam bulan sekali. Jika satu merek ternyata tak memenuhi komitmen yang ada diproposal maka kepersertaannya dalam LCGC akan dijegal.

Administrasi LCGC

Advertisement

Kini baru dua merek yang menyelesaikan proses administrasi, yaitu Toyota Agya dan Daihatsu Ayla. Untuk Honda Brio Satya baru kelar verifikasi perusahaan dan dalam proses untuk produk. Suzuki WagonR masih verfikasi perusahaan. Sedangkan Datsun GO+ belum apapun tapi sudah promosi produk di IIMS.

“Datsun belum jadi pabriknya. Tapi kalau pemasaran dilakukan beberapa bulan sebelum verifikasi kelar kan boleh saja,” ucap Budi.

Menanggapi cercaan soal pemakaian bahan bakar subsidi yang bakal kian bengkak pascakemunculan LCGC, Budi maupun Jusuf Kalla berpendapat penilaian ini dicermati lebih jauh. Tanpa kehadiran mobil murah populasi kendaraan tetap akan tumbuh.

Misalnya, diasumsikan pertumbuhan 1.000 unit mobil baru non-LCGC yang memakan bensin sekitar 12 km per liter. Sejauh ini, tak ada ketegasan aturan pelarangan larangan pemakaian BBM subsidi sehingga mobil-mobil ini tetap berpeluang minum premium ataupun solar.

Tapi ketika yang 1.000 unit pertumbuhan mobil baru itu adalah produk LCGC sekalipun ada penyalahgunaan konsumsi BBM subsidi volumenya lebih sedikit. Sebab, kendaraan ini hanya minum satu liter untuk 20 kilometer.

“Kebijakan pemakaian BBM subsidi ini bukan wewenang kami. Dari kami lebih kepada edukasi kepada pengguna bahwa ini mobil untuk RON 92 jangan diisi selain itu. Sebab, kalau mesinnya rusak tanggung sendiri,” kata Budi.

JK menuturkan konsumsi BBM justru akan turun. Sebab, kalau dibandingkan biasanya menghabiskan seliter bahan bakar minyak untuk 12 kilometer tapi LCGC lebih panjang hingga 20 kilometer.

Seberapapun protes terhadap LCGC harus diakui program ini mendatangkan investasi tak sedikit. Sekitar US$3 miliar investasi baru dari industri otomotif dan US$3,5 miliar dari 100 industri komponen baru.

Kini terealisasi pembangunan lima pbarik mobil baru dan 70 pabrik komponen otomotif. LCGC juga membbuka 30.000 lapangan kerjadi sektor manufaktur serta 40.000 orang untuk distribusi, komponen, diler, pemasaran, hingga layanan purnajual.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif