Kolom
Selasa, 24 September 2013 - 08:45 WIB

GAGASAN : Solopos, Kawasan, dan Berita

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mohamad Fauzi Sukri
fauzi_sukri@yahoo.co.id
Peminat filsafat pendidikan, ekonomi politik, dan filsafat agama Bergiat di Bale Sastra Kecapi Solo

Dalam esai reflektif Kata dan Waktu yang ditulis untuk menyambut 16 tahun Solopos (19/10), Bandung Mawardi menulis apa yang dilakukan awak redaksi Solopos di ruang sidang redaksi (yang pasti juga dilakukan awak redaksi media lainnya).

Advertisement

Bandung menuliskan bahwa mereka menggerakkan mata ke sekian arah: halaman Solopos, layar di telepon seluler (ponsel), layar di dinding. Di sini mata menjadi pusat dan berperan sebagai penggerak. Dalam dunia jurnalisme, kita bisa membedakan antara berita mata dan berita kata.

Mata menghendaki kecepatan tapi kecepatan menghilangkan daya refleksi. Seperti dituliskan Bandung, hal ini paling tampak dari tiadanya buku-buku di kantor media massa, dan keengganan awak media massa untuk berasyik masyuk dengan buku.

Dalam dunia pemberitaan ada semacam konsensus bahwa matalah yang akan menjadi penentu kemajuan, kemunduran, bahkan kehancuran media massa. Postulatnya: yang menarik mata adalah yang pantas diberitakan, yang paling banyak mendapatkan perhatian pembaca.

Advertisement

Dalam postulat ini berita kemudian menjadi rekonstruksi dari saksi mata. Apa yang terjadi sepanjang bisa dilihat melalui mata dan jika mampu memanjakan mata, terutama jika bisa direkam dengan alat audio-visual, maka nilai beritanya (news value) sangat tinggi dan layak untuk diberitakan.

Wartawan banyak memburu saksi mata, baik kejadian langsung atau tidak, dari mata untuk mata. Dunia infotainment adalah penganut fanatik jurnalisme mata ini, dengan semacam keharusan untuk menampilkan wajah di televisi bagi para selebritas.

Kita lebih banyak disuguhi gambar visual, ketimbang audio, dan tentu saja ketimbang kata tertulis yang semakin marginal alias terpinggirkan. Inilah yang terjadi dengan stasiun televisi,  termasuk stasiun televisi berita.

Termasuk dalam kategori ini adalah portal media massa Internet, meskipun sudah bersifat multimedia yang memadukan semua unsur visual, audio, kata. Seperti dikatakan Suwarmin dalam pengantar menyambut 16 tahun Solopos, media massa cetak seakan juga harus bersaing atau tersaingi oleh media audio visual, harus memperebutkan perhatian pembaca, atau lebih tepatnya harus merebut perhatian mata pembaca.

Advertisement

Tapi, kalau kita mencermati koran adalah media massa cetak yang memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan media massa lainnya. Dalam media massa yang sudah dianggap mengambil alih kecepatan pemberitaan seperti televisi, berita adalah kata-kata yang bercahaya, penuh kecepatan.

Koran sifat dasarnya adalah kata-kata, meskipun foto atau grafis juga sangat penting untuk menarik perhatian mata pembaca,  khususnya untuk halaman muka. Dalam media massa seperti koran, meski harus terbit harian tidak seperti majalah yang terbit mingguan, bukan lagi waktunya berlomba untuk kecepatan yang hanya sekilas.

Biarlah itu menjadi milik televisi atau milik media massa multimedia seperti portal berita online yang bersatu dengan media jejaring sosial (social media). Saat ini beberapa rubrik koran, saya pikir, harus memasukkan berita yang timeless yang mampu mendapatkan perhatian pemikiran dan perasaan pembaca, tidak hanya feature human interest, tapi juga ulasan yang menggugah pemikiran.

Untuk itu, seharusnya berita yang dimuat tidak hanya berita yang berkelebat di depan mata, tapi berita yang akan bertahan dalam pikiran dan perasaan pembaca, yang akan memperpanjang ingatan pembacaya.

Advertisement

Saat ini, media massa yang mengagungkan kecepatan secara perlahan dan pasti, saya pikir, sudah memandekkan ingatan pembacanya. Berita yang hanya untuk dibaca dalam hitungan menit atau sekadar berita yang berkelebat lalu dilupakan perlahan memperpendek dan melumpuhkan ingatan dan daya kritis pembaca.

Ini sangat mungkin menghancurkan daya refleksi pembaca koran yang pada akhirnya juga akan menyingkirkan koran untuk dibaca. Kecepatan memang sering memukau, termasuk dalam dunia jurnalisme.

Tapi, untuk saat ini hal ini tampaknya harus segera diinsafi terutama mengingat perilaku membaca manusia yang diperpendek oleh teknologi informasi. Dalil bahwa bad news is good news seharusnya hanya untuk straight news yang hanya beberapa paragraf yang segera dilupakan.

Harus ada pemberitaan yang mendalam, meski tulisannya tidak mungkin begitu panjang. Umur berita bad news sangat pendek. Nihil lacrima citius arescit, kata pepatah Latin, yang dituturkan Cicero, orator ulung Italia. Tak ada yang lebih cepat mengering dibanding air mata.

Advertisement

Dalil ini tampaknya masih berlalu, terutama dalam berita. Di Solopos, juga media cetak lain, memang ada nada berita ringan dan berita analitis. Untuk yang terakhir ini, (seharusnya) paling terlihat dalam beberapa rubrik penyedia tulisan panjang, tapi sejauh ini isinya memang masih kurang data dan kurang reflektif yang mengingatkan.

Berita masih jadi saksi mata yang kurang mendalam, kurang skematis, dan kurang terarah berdasarkan kawasan. Dalam bayangan saya, Solopos tiap bulan atau tiga bulan sekali akan mengulas masalah kawasan di Soloraya secara mendalam dan reflektif dengan jangkauan masa depan yang visioner tentang dan untuk perkembangan kawasan Soloraya.

 

Perkembangan Kawasan

Perkembangan kawasan sejak otonomi daerah begitu pesat yang tidak disadari oleh warga, tapi untuk beberapa kasus tiba-tiba kita harus memikirkannya karena sudah menjadi masalah bersama.

Berita-berita harian hanya sebuah snapshot yang terlalu sekilas untuk memberikan gambaran memadai dan menyeluruh apalagi sampai mengingatkan warga Soloraya tentang tempat tinggal  mereka.

Advertisement

Perkembangan (juga kemandekan) kawasan, baik dalam masalah ekonomi, transportasi, sanitasi, perumahan, kependudukan, kemiskinan kaum urban, pengangguran, kawasan hijau kota, ruang publik kota, gaya hidup baru, aktivitas budaya kota, dan sebagainya, banyak yang luput dari perhatian kita.

Dan tidak mungkin hanya diberitakan dalam rubrik seperti politik, ekonomi, pergelaran, dan sebagainya. Di sini, berita bukan hanya sebagai saksi mata, tapi berita menjadi saksi kata. Media cetak seperti Solopos seharusnya juga menelusuri perkembangan data-data perkotaan dan kawasan.

Data itu dari berbagai instansi pemerintah dan swasta, dari sejarah dalam berbagai pustaka, atau kesaksian warga, dan sebagainya. Berita tidak hanya datang dari masa kini, tapi juga dari masa lalu, bahkan mungkin dari masa depan yang jelas terprediksi secara akurat.

Dan beritanya bisa berbentuk data, angka, atau grafis yang menarik dan unik. Berita menjadi informatif, edukatif, dan reflektif bagi pembaca untuk selalu mengingat, bukan saja yang sedang terjadi, tapi juga yang telah terjadi, dan yang akan terjadi.

Dengan demikian pembaca tahu, paham, dan sadar sejauh mana perkembangan habitus kota yang mereka tinggali. Apakah hanya mandek di tempat? Bergerak maju? Dan kalau pun maju sudah sejauh mana? Ini adalah pemberitaan yang akan mengingatkan, bukan hanya menjadi kilatan cahaya bagi mata pembaca.

Ini memang akan sedikit banyak merombak struktur kepengurusan dan sistem kerja kewartawanan atau bagian redaksi. Dan barangkali yang juga akan langsung berpengaruh pada gerak dan kerja bagian penelitian dan pengembangan (litbang).

Kemungkinan besar memang akan membutuhkan biaya yang lebih banyak daripada sekadar mendapatkan berita langsung seperti kerja jurnalistik biasa. Tentu saja ini membutuhkan awak redaksi dan litbang yang lebih berkompeten dan hidup dengan buku.

Selama ini kelemahan media massa cetak terletak pada semacam keengganan untuk menjadi pusat analisis dan pemberitaan hasil penelitian, yang kemudian diambil oleh lembaga penelitian. Padahal inilah yang bisa ditawarkan kepada para pembaca media cetak.

Ke depan, hal ini tampaknya tidak akan terelakkan terutama dengan begitu banyaknya ”sampah-sampah berita” yang tidak layak dikonsumsi di berbagai media massa. Orang membutuhkan berita yang berkualitas dan mendalam terutama terkait dengan kehidupan dan kawasan tempat mereka hidup.

Dan media massa cetak seperti Solopos membutuhkan dan seharusnya mendidik pembaca dengan berita yang berkualitas. Kita berharap Solopos bisa menjadi saksi kata bagi dinamika masyarakat Soloraya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif