News
Kamis, 19 September 2013 - 13:39 WIB

UU KETENAGAKERJAAN : MK Batalkan Pengaturan Masa Kedaluwarsa Pembayaran Upah Buruh

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi membatalkan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur masa kedaluwarsa tuntutan pembayaran upah buruh.

“Pasal 96 UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar saat membacakan amar putusan itu di Jakarta, Kamis (19/9/2013).

Advertisement

Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan mantan anggota Satuan Pengaman (Satpam) PT Sandhy Putra Makmur, Marten Boiliu, untuk seluruhnya.

Dalam pertimbangannya, mahkamah menyatakan bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja.

Advertisement

Dalam pertimbangannya, mahkamah menyatakan bahwa upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja merupakan hak buruh yang harus dilindungi sepanjang buruh tidak melakukan perbuatan yang merugikan pemberi kerja.

“Oleh sebab itu upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja tidak dapat hapus karena adanya lewat waktu tertentu,” kata hakim konstitusi Haryono saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Haryono mengatakan upah dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja adalah merupakan hak milik pribadi dan tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun, baik oleh perseorangan maupun melalui ketentuan peraturan perundang-undangan.

Advertisement

Menurut Hamdan, pembatasan hak untuk menuntut karena lewatnya waktu (kedaluwarsa) adalah lazim dalam sistem hukum Indonesia baik dalam sistem hukum perdata maupun dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Dia menilai dengan tidak berlakunya Pasal 96 UU Ketenagakerjaan justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang justru tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diamanatkan oleh konstitusi yang menghendaki adanya kepastian hukum.

Ia berpendapat MK seharusnya hanya mengabulkan permohonan pemohon dengan menentukan syarat keberlakuan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, yaitu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dikecualikan bagi pengusaha yang tidak membayar seluruh hak pekerjanya karena iktikad buruk.

Advertisement

Marten menguji Pasal 96 UU Ketenagakerjaan yang dinilai merugikan hak konstitusionalnya karena tidak mendapatkan pembayaran dalam bentuk apapun setelah diputus hubungan kerja oleh PT Sandhy Putra Makmur pada 2 Juli 2009, sedangkan pemohon sudah bekerja selama tujuh tahun.

Bunyi lengkap Pasal 96 UU ketenagakerjaan, “Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampui jangka waktu dua tahun sejak timbulnya hak”.

Marten mengemukakan bahwa dirinya bersama rekannya sebanyak 65 orang satpam mengalami PHK setelah bekerja tujuh tahun tanpa menerima pembayaran apapun.

Advertisement

Dia mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk menuntut haknya karena telah berakhir masa hubungan kerjanya.

Marten mengatakan bahwa pihaknya yang berjumlah 65 orang melakukan perundingan bipartit dengan PT Sandhy Putra Makmur namun gagal.

Pihaknya telah mendaftarkan perselisihan tersebut ke Kantor Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan untuk dimediasi, namun PT Sandhy Putra Makmur tidak pernah datang.

Marten mengatakan dengan diberlakukan Pasal 96 UU Ketenagakerjaan, pihaknya tidak bisa menuntut pembayaran uang PHK karena sudah kedaluwarsa.

Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 96 UU ketenagakerjaan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif